HAK PAKAI

HAK PAKAI

PENGERTIAN

Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) mendefinisikan Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).

Penjelasan Pasal 41 UUPA terkait Hak Pakai

HAK PAKAI adalah suatu “kumpulan pengertian” dari pada hak-hak yang dikenal dalam hukum pertanahan dengan berbagai nama, yang semuanya dengan sedikit perbedaan berhubung dengan keadaan daerah sedaerah, pada pokoknya memberi wewenang kepada yang mempunyai hak. Dalam rangka usaha penyederhanaan, maka hak-hak tersebut dalam hukum agraria yang baru disebut dengan satu nama saja.

Berdasarkan Pasal 41 ayat (2), UUPA Hak pakai dapat diberikan :

  1. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu
  2. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun

SUBJEK HAK PAKAI

Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah (Pasal 39 PP No. 40 Tahun 1996):

  1. Warga Negara Indonesia;
  2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
  3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
  4. Badan-badan keagamaan dan sosial;
  5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
  6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
  7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.

Pemegang Hak Pakai yang tidak lagi memenuhi syarat dalam waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak lain yang memenuhi syarat .

Apabila dalam jangka waktu satu tahun tersebut haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait di atas tanah tersebut tetap diperhatikan (Pasal 40 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996).

TANAH YANG DAPAT DIBERIKAN DENGAN HAK PAKAI

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah :

  1. Tanah Negara;
  2. Tanah Hak Pengelolaan;
  3. Tanah Hak Milik.

TERJADINYA HAK PAKAI


​Hak Pakai atas tanah Negara

​Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri. Hak Pakai atas tanah Negara dapat diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat :

  1. tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut;
  2. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan
  3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 39 PP No. 40 Tahun 1996

Hak Pakai atas Hak Pengelolaan

  • Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
  • Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui atas usul pemegang Hak Pengelolaan.

KEWAJIBAN PENDAFTARAN

Hak Pakai wajib didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan Sertipikat Hak Atas Tanah.

Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya.

JANGKA WAKTU HAK PAKAI

Hak Pakai diberikan untuk jangka waktu :

  1. Paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun; atau
  2. Diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Hak ini diberikan kepada :
  • Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
  • Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional;
  • Badan keagamaan dan badan sosial.

Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama.

Rumah Tunggal yang diberikan di atas tanah Hak Pakai (untuk Orang Asing) diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun. Apabila jangka waktu perpanjangan berakhir, Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 tahun.

KEWAJIBAN DAN HAK PEMEGANG HAK PAKAI

Pemegang Hak Pakai berkewajiban :

  1. membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
  2. menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
  3. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
  4. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus;
  5. menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.


Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.

PEMBEBANAN HAK PAKAI

Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut hapus dengan hapusnya Hak Pakai.

PERALIHAN HAK PAKAI

Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain.

Peralihan Hak Pakai atas tanah Negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang.

Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.

Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan.

Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.
Peralihan Hak Pakai terjadi karena :

  1. Jual beli
    Peralihan Hak Pakai karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
    Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.
  2. Tukar menukar
  3. Penyertaan dalam modal
  4. Hibah
  5. Pewarisan
    Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

Peralihan Hak Pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

HAPUSNYA HAK PAKAI

  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
  2. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena:
    • ​​tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52 PP No. 40 Tahun 1996; atau
    • tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau
    • putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
  3. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
  4. dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;
  5. ditelantarkan;
  6. tanahnya musnah;
  7. ketentuan Pasal 40 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996.

AKIBAT HAPUSNYA HAK PAKAI

  1. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara.
  2. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.
  3. Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Milik.

Apabila Hak Pakai atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Pakai wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Pakai. Apablia bangunan dan benda-benda tersebut masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi.

Apabila Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus, maka bekas pemegang Hak Pakai wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik.

REFERENSI :

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah;​
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2015 Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.
TANAH BENGKOK

TANAH BENGKOK

Hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk:

  1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
  2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
  3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.

Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

ISTILAH TANAH BENGKOK

Istilah tanah bengkok muncul atau dikenal dari Kraton atau Kerajaan di Pulau Jawa, karena Raja tidak dapat memberi gaji pada pegawainya, maka Raja hanya dapat memberikan pegawainya tanah. Hukum Jawa Kuno memuat ketentuan bahwa Raja sering menghadiahkan pegawainya sebidang tanah, ketentuan tersebut dikukuhkan dengan suatu penetapan piagam atau prasasti .

Istilah tanah bengkok berasal dari bahasa daerah di Jawa, tanah bengkok mengandung unsur kultural historis maupun unsur yuridis. Tidak semua Desa memiliki tanah bengkok, dikarenakan tanah bengkok merupakan salah satu bentuk hak komunal masyarakat adat Desa, yaitu milik masyarakat adat yang terbentuk secara kewilayahan, bentuk tanah bengkok dapat berupa pertanian.

TANAH BENGKOK DALAM UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA (UUPA)

Terdapat pada bagian “KETENTUAN-KETENTUAN KONVERSI” Pasal VI
Bahwa hak-hak atas tanah,  yaitu : hak vruchtgebruikgebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan hak-hak lain dengan nama apapun juga, yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dikonversi menjadi Hak Pakai sebagaimana Pasal 41 ayat (1) UUPA.

Baca Juga ​HAK PAKAI

DESA DAN ASET DESA

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli milik Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) atau perolehan Hak lainnya yang sah.
Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

TANAH BENGKOK MERUPAKAN BARANG MILIK DESA (ASET DESA)

Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan mendefinisikan Tanah Desa adalah barang milik desa berupa tanah bengkok, kuburan, dan titisara.

Pasal 100 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2oi9 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2oi4 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2oi4 Tentang Desa:

  • Hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain dapat digunakan untuk tambahan tunjangan kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya selain penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa, sekretaris Desa, dan perangkat Desa lainnya.

Jenis aset desa terdiri atas:

  1. Kekayaan asli desa;
  2. Kekayaan milik desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa;
  3. Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;
  4. Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan/atau diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang;
  5. Hasil kerja sama desa; dan
  6. Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lain yang
    sah.

Kekayaan asli desa terdiri atas:

  1. tanah kas desa;
  2. pasar desa;
  3. pasar hewan;
  4. tambatan perahu;
  5. bangunan desa;
  6. pelelangan ikan yang dikelola oleh desa;
  7. pelelangan hasil pertanian;
  8. hutan milik desa;
  9. mata air milik desa;
  10. pemandian umum; dan
  11. lain-lain kekayaan asli desa.

Dengan demikian, maka tanah bengkok merupakan ​aset desa.

RAMBU BATASAN PERLAKUAN TANAH DESA MENURUT PERMENDAGRI NO. 4 TAHUN 2007

​Pasal 15 peraturan tersebut berbunyi:

  1. Kekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.
  2. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesual harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
  3. Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa setempat.
  4. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
  5. Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur.

PENGATURAN TANAH DESA MENURUT PERMENDAGRI NO. 1 TAHUN 2016

PEMINDAHTANGANAN ASET DESA

Bentuk pemindahtanganan aset desa meliputi:

  1. tukar menukar;
  2. penjualan;
  3. penyertaan modal Pemerintah Desa.

Pemindahtanganan aset desa berupa Tanah dan/atau bangunan milik desa hanya dilakukan dengan tukar menukar dan penyertaan modal.

Penyertaan modal Pemerintah Desa atas aset desa dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Penyertaan modal berupa Tanah Kas Desa.

PENILAIAN

Penilaian aset desa dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik.

TUKAR MENUKAR

Pemindahtanganan aset Desa berupa tanah melalui tukar menukar terdiri dari:

  1. untuk kepentingan umum;
  2. bukan untuk kepentingan umum; dan
  3. tanah kas desa selain untuk kepentingan umum dan bukan untuk kepentingan umum.

Tukar Menukar : UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Tukar menukar aset desa berupa tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (UU No. 12 Tahun 2012 j.o PP No. 19 Tahun 2021)

Tukar menukar tersebut dilakukan dengan ketentuan:

  1. tukar menukar dilakukan setelah terjadi kesepakatan besaran ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan menggunakan nilai wajar hasil perhitungan tenaga penilai;
  2. apabila tanah pengganti belum tersedia maka terhadap tanah pengganti terlebih dahulu dapat diberikan berupa uang;
  3. penggantian berupa uang digunakan untuk membeli tanah pengganti yang senilai;
  4. tanah pengganti diutamakan berlokasi di Desa setempat; dan
  5. apabila lokasi tanah pengganti tidak tersedia di Desa setempat tanah
    pengganti dapat berlokasi dalam satu Kecamatan dan/atau Desa dikecamatan lain yang berbatasan langsung.

Tukar Menukar : BUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Tukar menukar tanah milik desa bukan untuk pembangunan kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila ada kepentingan nasional yang lebih penting dan strategis dengan tetap memperhatikan dan menyesuaikan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Kepentingan nasional yang lebih penting dan strategis tersebut seperti seperti pengembangan kawasan industri dan perumahan.

Tukar menukar ini dilakukan dengan ketentuan:

  1. tukar menukar dilakukan setelah terjadi kesepakatan besaran ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan menggunakan nilai wajar hasil perhitungan tenaga penilai;
  2. tanah pengganti diutamakan berlokasi di desa setempat;
  3. apabila lokasi tanah pengganti tidak tersedia di desa setempat tanah pengganti dapat berlokasi dalam satu kecamatan dan/atau desa dikecamatan lain yang berbatasan langsung.

Tukar menukar tanah milik desa bukan untuk kepentingan umum dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. ditetapkan dengan Peraturan Desa tentang tukar menukar Tanah milik desa;
  2. Peraturan Desa ditetapkan setelah mendapat ijin dari Bupati/Walikota, Gubernur, dan persetujuan Menteri;
  3. Sebelum Bupati menerbitkan ijin, terlebih dahulu membentuk Tim Kajian Kabupaten/Kota;
  4. Tim Kajian Kabupaten/Kota keanggotaannya terdiri dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yang disesuaikan dengan kebutuhan serta ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota;
  5. Tim Kajian Kabupaten/Kota dengan mengikutsertakan tenaga
    penilai;
  6. Tim Kajian Kabupaten/Kota melakukan pengkajian berupa peningkatan ekonomi desa, menguntungkan desa, dan tidak merugikan aset desa; dan
  7. Hasil kajian sebagai bahan pertimbangan;
  8. hasil kajian disampaikan kepada Gubernur untuk permohonan
    ijin.

Tukar-Menukar : TANAH KAS DESA SELAIN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
DAN BUKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Tanah milik Desa berada di Luar Desa atau tanah milik desa tidak satu hamparan yang terhimpit oleh hamparan tanah pihak lain dan/atau tanah milik desa yang didalamnya terdapat tanah pihak lain dapat dilakukan tukar menukar ke lokasi desa setempat.

Aset desa yang ditukarkan dihapus dari daftar inventaris aset Desa dan penggantinya dicatat dalam daftar inventaris aset Desa.

REFERENSI :

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah;
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
  5. Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa
  6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset Desa.
  7. Jurnal Hukum Adigama, Syihabudin Sya’ban S. P. & Hanaf Tanawijaya, “Eksistensi Tanah Bengkok Setelah Berubahnya Pemerintah Desa Menjadi Pemerintah Kelurahan (Studi Kasus Di Wilayah Kelurahan Kelapa Dua Dan Kelurahan Bencongan, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang)”, Volume 2 Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN : 2655-7347.
pytagoals

Pytagoals.com

pytagoals.com

Saya berharap dengan sedikit ilmu dan pengalaman yang saya bagikan melalu website ini dapat menjadi manfaat masyarakat umum.

Cara menghubungi saya :
Instagram : @pyta07_2
Facebook : Happyta NJ

Disclaimer : Dengan mengakses https://pytagoals.com ini Anda dianggap telah mengerti dan menyetujui seluruh syarat dan kondisi yang berlaku dalam penggunaan blog ini, sebagaimana tercantum disini

Pytagoals.com Copyright @ 2021, Support by Dokter Website