HUKUM PIDANA

HUKUM PIDANA

Hukum Pidana adalah wilayah dimana negara memberikan perlindungan kepada warga negaranya dari kejahatan yang dilakukan oleh warga negara yang lain.

Hukum Pidana Indonesia tunduk pada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ada dua macam pidana yang dianut oleh KUHP, yaitu pelanggaran dan kejahatan. Contoh perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran misalnya orang mengendarai motor tanpa menggunakan helm. Sedangkan contoh kejahatan misalnya adalah tindak pidana pencurian dan tindak pidana pembunuhan.

Seperti halnya KUH Perdata, KUHP juga merupakan saduran dari Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlands Indie, sebagai turunan dari Wetboek Van Strafrecht Belanda. Berdasarkan asas konkordansi, pemerintah memberlakukannya di Indonesia lewat staatsblad Tahun 1915 No. 732 dan selanjutnya berlaku efektif pada 1 Januari 1918.

Tidak semua ketentuan di KUHP masih berlaku, karena sudah dicabut atau diganti dengan ketentuan lain.

Selain dalam KUHP, aturan pidana tersebar juga dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain. Sistem peraturan perundang-undangan kita, yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan memperbolehkan adanya muatan pidana dalam undang-undang dan peraturan daerah dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam KUHP.

ASAS HUKUM PIDANA

  1. Asas Legalitas

    Asas legalitas dalam Hukum Pidana mengandung pengertian bahwa, “tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan“.

    Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP, merupakan pengertian baku dari asas legalitas. Asas ini dalam Bahasa Latin dikenal dengan “nullum delictum nulla poena sine praevia lege” yang berarti “tiada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu”.

  2. Asas Nasionalitas Aktif atau Asas Personalitas

    Bahwa peraturan perundang-undangan pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana diluar wilayah Indonesia. Asas ini tercantum dalam Pasal 5 KUHP.

    Moeljatno mengatakan bahwa ketentuan Pasal 5 KUHP mengandung dua makna. Pertama, pemberlakuan aturan hukum pidana Indonesia terhadap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar Indonesia hanyalah berkaitan dengan pasal-pasal tertentu saja, yang substansinya melindungi kepentingan nasional. Kedua, diadakannya Pasal 5 Ke-2 KUHP bertujuan untuk mencegah agar warga negara Indonesia di luar Indonesia tidak melakukan tindak pidana. Jika ketentuan tersebut tidak ada, maka warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar Indonesia bisa menghindar dari penuntutan pidana di negara tersebut.

  3. Asas Teritorial

    Asas teritorial diatur dalam Pasal 2 KUHP, yang menyatakan bahwa aturan pidana dalam perundangan-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di Indonesia. Titik berat asas ini adalah pada tempat atau teritorial terjadinya tindak pidana. Jadi asas ini menitikberatkan pada terjadinya perbuatan di dalam wilayah suatu negara, dengan mengesampingkan siapa saja yang melakukannya.

  4. Asas Universal

    Persoalan pokok yang dikaji dalam asas universal adalah jenis perbuatan (pidana) yang sedemikian rupa sifatnya sehingga setiap negara berkewajiban untuk menerapkan hukum pidana, tanpa memandang siapa yang berbuat delik, di mana dan terhadap kepentingan siapa pelaku delik melakukannya. Asas tersebut merupakan pengecualian terhadap hukum pidana yang egosentris. Asas universal diatur di dalam Pasal 4 sub 2 dan Pasal 4 sub 4 KUHP.