TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART IV)

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART IV)

Hai sahabat PytaGoals, akhirnya sudah sampai di Part IV. Selamat ya kamu hebat sudah bertahan membaca sampai tahap ini ! Semoga bermanfaat ya, dan tetap semangat !

DASAR HUKUM

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah

PENGERTIAN

Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh Menteri terhadap PPAT secara efektif dan efisien untuk mencapai kualitas PPAT yang lebih baik.

Pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para PPAT dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat IPPAT adalah organisasi profesi jabatan PPAT yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT adalah majelis yang diberi kewenangan oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat yang selanjutnya disingkat MPPP adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kementerian.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah yang selanjutnya disingkat MPPW adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Wilayah BPN.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah yang selanjutnya disingkat MPPD adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Pertanahan.

BANTUAN HUKUM TERHADAP PPAT

Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT dapat memberikan bantuan hukum terhadap PPAT yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka oleh penyidik.

PPAT yang yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka oleh penyidik dapat mengajukan permohonan bantuan hukum.

Bantuan hokum tersebut dapat berupa saran, masukan/pendampingan dalam penyidikan dan/atau keterangan ahli di pengadilan.

Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT dapat membentuk tim gabungan guna memberikan bantuan hukum kepada PPAT yang anggotanya berasal dari unsur Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT.

Dalam hal penyidik akan memeriksa PPAT atas dugaan tindak pidana dapat berkoordinasi dengan Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT.

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART III)

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART III)

Hai sahabat PytaGoals, ayo dong semangat. Sudah sampai di Part III nih, kamu hebat ! Lanjutkan juga membaca Part IV ya. Semangat !

DASAR HUKUM

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah

PENGERTIAN

Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh Menteri terhadap PPAT secara efektif dan efisien untuk mencapai kualitas PPAT yang lebih baik.

Pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para PPAT dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat IPPAT adalah organisasi profesi jabatan PPAT yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT adalah majelis yang diberi kewenangan oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat yang selanjutnya disingkat MPPP adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kementerian.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah yang selanjutnya disingkat MPPW adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Wilayah BPN.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah yang selanjutnya disingkat MPPD adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Pertanahan.

TATA KERJA PEMERIKSAAN DUGAAN PELANGGARAN PPAT

PEMERIKSAAN OLEH MPPD

Pemeriksaan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dilaksanakan mulai dari tingkat MPPD.

Apabila dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT secara jelas telah terbukti dan nyata, Kepala Kantor Pertanahan dapat langsung memberikan sanksi berupa surat teguran tertulis kepada PPAT tanpa melalui pemeriksaan oleh MPPD.

MPPD menindaklanjuti temuan Kantor Wilayah BPN atau Kantor Pertanahan terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan PPAT dan/atau pengaduan dengan membentuk dan menugaskan Tim Pemeriksa MPPD untuk melakukan pemeriksaan. Penugasan tersebut dibuat dalam bentuk Surat Tugas.

Ketua, wakil ketua dan anggota MPPD dapat menjadi tim pemeriksa dengan syarat tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga atau orang lain yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tim Pemeriksa MPPD melaksanakan pemeriksaan dengan melakukan pemanggilan terhadap PPAT terlapor untuk diminta keterangan.

PEMANGGILAN

Pemanggilan terhadap PPAT terlapor dilakukan melalui surat yang ditandatangani oleh ketua MPPD. Pemanggilan terhadap PPAT terlapor dilakukan melalui surat yang ditandatangani oleh ketua MPPD.

Pemanggilan terhadap PPAT terlapor dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali.

Terlapor wajib hadir sendiri memenuhi panggilan dan tidak boleh didampingi penasihat hukum.

Pemanggilan pertama dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pemeriksaan. Apabila pemanggilan pertama kali sampai dengan hari ke 7 (tujuh) hari kalender terlapor tidak datang sejak tanggal pemanggilan, maka dilakukan panggilan kedua. Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender setelah panggilan kedua terlapor tidak datang, dilakukan pemanggilan ketiga. Apabila 7 (tujuh) hari kalender setelah panggilan ketiga terlapor tidak datang, proses pemeriksaan dapat dilanjutkan tanpa kehadiran terlapor.

PEMBERIAN KETERANGAN 

Keterangan dari terlapor dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan yang ditandatangani oleh pemeriksa dan terlapor. Apabila terlapor tidak mau menandatangani Berita Acara Pemberian Keterangan, pemeriksaan tetap dapat dilanjutkan.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN 

Penentuan pengambilan keputusan dilaksanakan dengan rapat pembahasan yang diselenggarakan di Kantor Pertanahan. Hasil pelaksanaan rapat pembahasan dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pengambilan Keputusan.

HASIL PEMERIKSAAN

Hasil pemeriksaan MPPD di atas, dibuat dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan dan disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Laporan Hasil Pemeriksaan memuat alasan dan pertimbangan yang dijadikan dasar untuk memberikan rekomendasi dalam pemberian putusan dan jenis sanksi terhadap PPAT terlapor. Rekomendasi tersebut berupa:

  1. Pemberian sanksi teguran tertulis
    Disini Kepala Kantor Pertanahan menindaklanjuti dengan menerbitkan surat teguran tertulis kepada PPAT. Surat teguran tertulis ini memuat jenis pelanggaran dan tindak lanjut yang harus dipenuhi oleh PPAT. Surat teguran tertulis berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) bulan. Apabila PPAT tidak mematuhi dan/atau tidak menindaklanjuti teguran tertulis kesatu sampai dengan jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender, dapat langsung diberikan teguran tertulis kedua. Sanksi berupa teguran tertulis diberikan paling banyak 2 (dua) kali. Apabila hal PPAT telah mendapatkan teguran sebanyak 2 (dua) kali dan PPAT tetap melakukan pelanggaran, Kepala Kantor Pertanahan melaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN untuk diberikan sanksi berupa pemberhentian sementara.PPAT yang dikenai sanksi berupa teguran tertulis oleh Kepala Kantor Pertanahan dapat mengajukan keberatan. Apabila pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT secara jelas telah terbukti dan nyata, PPAT tidak dapat mengajukan keberatan. Permohonan keberatan diajukan secara tertulis kepada Kepada Kantor Wilayah BPN dalam tenggang waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak surat teguran diterima.
  1. Pemberian sanksi pemberhentian berupa pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat
    Disini Kepala Kantor Pertanahan menyampaikan usulan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN selaku ketua MPPW.
  2. Tidak terjadi indikasi pelanggaran
    Apabila rekomendasi berupa tidak adanya indikasi pelanggaran maka Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan kepada PPAT yang bersangkutan dengan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN.

 

PEMERIKSAAN OLEH MPPW

Ketua MPPW menindaklanjuti usulan Kepala Kantor Pertanahan atau keberatan PPAT terlapor dengan membentuk dan menugaskan Tim Pemeriksa MPPW untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengkajian atas usulan atau keberatan. Penugasan dibuat dalam bentuk Surat Tugas.

Ketua, wakil ketua dan anggota MPPW dapat menjadi tim pemeriksa dengan syarat tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga atau orang lain yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tim Pemeriksa MPPW melaksanakan pemeriksaan dan/atau pengkajian dengan melakukan pemanggilan terhadap PPAT terlapor untuk diminta keterangan.

Ketentuan pemanggilan terlapor, pengambilan keterangan, dan pengambilan keputusan oleh Tim Pemeriksa MPPW mutatis mutandis dengan ketentuan pemanggilan terlapor, pengambilan keterangan, dan pengambilan keputusan oleh Tim Pemeriksa MPPD. Artinya berlaku sama ketentuan pelaksanaannya dengan yang telah diuraikan dalam poin sebelumnya, yaitu PEMERIKSAAN OLEH MPPD. Begitu juga dengan ketentuan Laporan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pengkajian oleh Tim Pemeriksa MPPW.

Laporan Hasil pemeriksaan dan/atau pengkajian dibuat dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pengkajian, dan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN. Rekomendasi tersebut berupa:

  1. Pemberian sanksi pemberhentian sementara
    Disini Kepala Kantor Wilayah BPN menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian Sementara.
  2. Menyetujui atau menolak keberatan terlapor
    Apabila hasil pemeriksaan berupa persetujuan atas keberatan oleh PPAT terlapor, Kepala Kantor Wilayah BPN menerbitkan surat keputusan untuk membatalkan surat teguran yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Kepala Kantor Wilayah BPN menerbitkan surat keputusan tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya rekomendasi dari tim pemeriksa MPPW. Apabila hasil pemeriksaan berupa menolak keberatan oleh PPAT terlapor maka Kepala Kantor Wilayah BPN memberitahukan kepada PPAT yang bersangkutan dengan ditembuskan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
  3. Rekomendasi pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian tidak dengan hormat
    Apabila hasil pemeriksaan berupa rekomendasi pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian tidak dengan hormat maka Kepala Kantor Wilayah BPN menyampaikan usulan kepada Direktur Jenderal selaku ketua MPPP.

Jangka waktu berlakunya pengenaan sanksi harus dinyatakan secara tegas dinyatakan dalam Surat Keputusan Pemberhentian Sementara. Setelah berakhirnya jangka waktu pemberhentian sementara, yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan sebelum menjalankan jabatannya.

Sanksi berupa pemberhentian sementara diberikan paling banyak 2 (dua) kali. Apabila PPAT telah mendapatkan sanksi berupa pemberhentian sementara sebanyak 2 (dua) kali dan PPAT tetap melakukan pelanggaran, Kepala Kantor Wilayah BPN melaporkan kepada Menteri untuk diberikan sanksi berupa pemberhentian dengan hormat atau dengan tidak hormat.

PPAT yang dikenai sanksi pemberhentian sementara oleh Kepala Kantor Wilayah BPN dapat mengajukan keberatan. Permohonan keberatan diajukan secara tertulis kepada Menteri dalam tenggang waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak keputusan diterima.

 

PEMERIKSAAN OLEH MPPP

Ketua MPPP menindaklanjuti usulan Kepala Kantor Wilayah BPN dan permohonan keberatan PPAT terlapor dengan membentuk dan menugaskan Tim Pemeriksa MPPP untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengkajian atas usulan atau keberatan. Penugasan dibuat dalam bentuk Surat Tugas.

Ketua, wakil ketua dan anggota MPPP dapat menjadi tim pemeriksa dengan syarat tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga atau orang lain yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tim Pemeriksa MPPP melaksanakan pemeriksaan dan/atau pengkajian dengan melakukan pemanggilan terhadap PPAT terlapor untuk diminta keterangan.

Ketentuan pemanggilan terlapor, pengambilan keterangan, dan pengambilan keputusan oleh Tim Pemeriksa MPPP mutatis mutandis dengan ketentuan pemanggilan terlapor, pengambilan keterangan, dan pengambilan keputusan oleh Tim Pemeriksa MPPD. Artinya berlaku sama ketentuan pelaksanaannya dengan yang telah diuraikan dalam poin sebelumnya, yaitu PEMERIKSAAN OLEH MPPD. Begitu juga dengan ketentuan Laporan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pengkajian oleh Tim Pemeriksa MPPP.

Rekomendasi hasil pemeriksaan berupa:

  1. pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat
    Apabila hasil pemeriksaan berupa pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat, Menteri menindaklanjuti dengan menetapkan Surat Keputusan Pemberhentian Dengan Hormat atau Surat Keputusan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat.
  2. menyetujui atau menolak keberatan terlapor
    Apabila hasil pemeriksaan berupa persetujuan atas keberatan oleh PPAT terlapor, Menteri menerbitkan surat keputusan untuk membatalkan keputusan pemberhentian sementara yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN. Apabila hasil pemeriksaan berupa menolak keberatan oleh PPAT terlapor, Menteri memberitahukan kepada PPAT yang bersangkutan dengan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan.

Keputusan yang telah ditetapkan oleh Menteri kepada PPAT terlapor bersifat final.

 

PENYAMPAIAN HASIL PEMERIKSAAN

Setiap hasil dari pemeriksaan oleh MPPD, MPPW atau MPPP berupa rekomendasi, salinan berita acara/surat/ keputusan pemberian sanksi disampaikan secara resmi melalui surat kepada PPAT yang melakukan pelanggaran dan ditembuskan kepada IPPAT atau kepada pelapor jika diperlukan.

Bukti penyampaian surat pemberitahuan dapat berupa cap pos atau cara lain yang sah.

 

PENGENAAN STATUS QUO

PPAT yang diduga melakukan pelanggaran dan sedang dalam usulan pemberian sanksi berupa pemberhentian, tidak boleh menjalankan jabatan PPAT (status quo). Keadaan status quo berlaku sampai dengan ditetapkannya sanksi yang ditetapkan oleh Kementerian.

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART II)

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART II)

Hai sahabat PytaGoals, masih semangat kan bacanya. Sudah sampai di Part II nih, selamat ya kamu hebat ! Lanjutkan juga membaca Part III dan Part IV ya. Semangat !

DASAR HUKUM

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah

PENGERTIAN

Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh Menteri terhadap PPAT secara efektif dan efisien untuk mencapai kualitas PPAT yang lebih baik.

Pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para PPAT dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat IPPAT adalah organisasi profesi jabatan PPAT yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT adalah majelis yang diberi kewenangan oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat yang selanjutnya disingkat MPPP adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kementerian.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah yang selanjutnya disingkat MPPW adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Wilayah BPN.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah yang selanjutnya disingkat MPPD adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Pertanahan.

PEMBENTUKAN MAJELIS PEMBINA DAN PENGAWAS PPAT

Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT, Menteri ATR/BPN dapat membentuk Majelis Pembina dan Pengawas PPAT, yang bertugas untuk membantu Menteri dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan PPAT.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT terdiri atas:

  1. MPPP;
  2. MPPW; dan
  3. MPPD.

KEANGGOTAAN

Keanggotaan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT terdiri atas unsur:

  1. Kementerian; dan
  2. IPPAT.

Dalam melaksanakan tugasnya, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dibantu oleh sekretaris. Sekretaris bukan merupakan anggota majelis dan bertugas menangani bidang administrasi. Sekretaris dapat dibantu paling sedikit 2 (dua) orang yang berbentuk Sekretariat.

SUSUNAN KEANGGOTAAN

Majelis Pembina dan Pengawas Pejabat Pembuat Akta Tanah Pusat

MPPP dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri dan berkedudukan di Kementerian.

Susunan keanggotaan MPPP, terdiri atas:

  1. 1 (satu) orang ketua, dari unsur Kementerian yang dijabat oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk;
  2. 1 (satu) orang wakil ketua, yang dijabat oleh unsur IPPAT; dan
  3. 9 (sembilan) orang anggota, dengan komposisi 5 (lima) orang dari unsur Kementerian dan 4 (empat) orang dari unsur IPPAT.

Majelis Pembina dan Pengawas Pejabat Pembuat Akta Tanah Wilayah

MPPW dibentuk dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dan berkedudukan di Kantor Wilayah BPN.

Susunan keanggotaan MPPW, terdiri atas:

  1. 1 (satu) orang ketua, dari unsur Kementerian yang dijabat oleh Kepala Kantor Wilayah BPN atau pejabat yang ditunjuk;
  2. 1 (satu) orang wakil ketua, yang dijabat oleh unsur IPPAT; dan
  3. 7 (tujuh) orang anggota, dengan komposisi 4 (empat) orang dari unsur Kementerian dan 3 (tiga) orang dari unsur IPPAT.

Majelis Pembina dan Pengawas Pejabat Pembuat Akta Tanah Daerah

MPPD dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN atas nama Menteri dan berkedudukan di Kantor Pertanahan.

Susunan keanggotaan MPPD, terdiri atas:

  1. 1 (satu) orang ketua, dari unsur Kementerian yang dijabat oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk;
  2. 1 (satu) orang wakil ketua, yang dijabat oleh unsur IPPAT; dan
  3. 5 (lima) orang anggota, dengan komposisi 3 (tiga) orang dari unsur Kementerian dan 2 (dua) orang dari unsur IPPAT

MPPD hanya dapat dibentuk di daerah yang jumlah PPATnya paling sedikit 10 (sepuluh) orang PPAT.

Dalam hal di Kantor Pertanahan tidak dibentuk MPPD karena tidak memenuhi ketentuan jumlah di atas, maka untuk melaksanakan tugas pembinaan dan pengawasan:

  1. dibantu oleh MPPW; atau
  2. dibentuk tim gabungan MPPD dari daerah lain.

Dalam hal di daerah kabupaten/kota terdapat jumlah PPAT lebih dari 100 (seratus) orang PPAT, Kepala Kantor Wilayah BPN dapat menambah jumlah anggota MPPD sesuai dengan kebutuhan. Penambahan jumlah anggota MPPD tersebut dilakukan dengan ketentuan:

  1. setiap kelipatan 100 (seratus) PPAT dalam daerah kabupaten/kota ditambahkan 2 (dua) anggota MPPD; dan
  2. penambahan jumlah anggota MPPD tidak boleh melebihi jumlah anggota MPPP.

Penambahan jumlah anggota MPPD tersebut dengan perhitungan komposisi paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari Kementerian dan 40% (empat puluh persen) dari IPPAT.

Sekretariat Majelis Pembina dan Pengawas Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dalam membantu pelaksanaan jabatan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT, dibentuk secretariat. Sekretariat memberikan dukungan administrasi, teknis pemeriksaan, penyusunan program kerja, sumber daya manusia, anggaran, sarana, prasarana, dan laporan kepada Majelis Pembina dan Pengawas PPAT.

Kedudukan secretariat mempunyai kantor sekretariat sesuai dengan kedudukan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT.

Sekretaris dan anggotanya ditetapkan oleh:

  1. Direktur Jenderal, untuk MPPP;
  2. Kepala Kantor Wilayah BPN, untuk MPPW; dan
  3. Kepala Kantor Pertanahan, untuk MPPD.

Sekretaris dan anggota sekretariat berasal dari unsur Kementerian.

Jumlah Anggota sekretariat ditetapkan oleh :

  1. Direktur Jenderal, untuk MPPP;
  2. Kepala Kantor Wilayah BPN, untuk MPPW; dan
  3. Kepala Kantor Pertanahan untuk MPPD.

PENGANGKATAN MAJELIS PEMBINA DAN PENGAWAS PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

PERSYARATAN

Persyaratan pengangkatan sebagai Majelis Pembina dan Pengawas PPAT, yaitu:

  1. berkewarganegaraan Indonesia;
  2. berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau pejabat di Kementerian yang mempunyai pengalaman di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah;
  3. tidak sedang ditetapkan sebagai tersangka dengan ancaman hukuman pidana paling sedikit 5 (lima) tahun; dan
  4. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Apabila persyaratan di atas tidak dapat dipenuhi, Menteri, Kepala Kantor Wilayah BPN atau Kepala Kantor Pertanahan dapat langsung menunjuk pegawai Kementerian sebagai Majelis Pembina dan Pengawas PPAT.

Persyaratan di atas dibuktikan dengan melampirkan dokumen:

  1. fotokopi kartu tanda penduduk atau tanda bukti diri lain yang sah;
  2. tanda bukti kepegawaian untuk pegawai/pejabat di Kementerian;
  3. kartu tanda anggota IPPAT, bagi unsur IPPAT;
  4. fotokopi ijazah sarjana yang bersangkutan atau Surat Keputusan Pengangkatan sebagai pejabat di Kementerian;
  5. surat pernyataan tidak pernah dihukum.

 PENGUSULAN

Pengusulan anggota MPPP diajukan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal, dengan ketentuan:

  1. anggota dari unsur Kementerian, diajukan oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk; dan
  2. jabatan wakil ketua dan anggota dari unsur IPPAT, diajukan oleh pengurus pusat IPPAT

Usulan tersebut harus disertai dengan pertimbangan persyaratan sebagaimana telah diuraian pada poin A tulisan ini.

Jabatan wakil ketua dan anggota ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan. Apabila Menteri ATR/BPN tidak menyetujui usulan, maka Menteri dapat menunjuk jabatan wakil ketua atau anggota MPPP.

 Pengusulan anggota MPPW diajukan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Wilayah BPN, dengan ketentuan:

  1. anggota dari unsur Kementerian, diajukan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN atau pejabat yang ditunjuk; dan
  2. jabatan wakil ketua dan anggota dari unsur IPPAT, diajukan oleh pengurus wilayah IPPAT

Usulan tersebut harus disertai dengan pertimbangan persyaratan sebagaimana telah diuraian pada poin A tulisan ini.

Jabatan wakil ketua dan anggota ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan usulan. Apabila Direktur Jenderal tidak menyetujui usulan, maka Direktur Jenderal dapat menunjuk jabatan wakil ketua atau anggota MPPW.

Pengusulan anggota MPPD diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN melalui Kepala Kantor Pertanahan, dengan ketentuan:

  1. anggota dari unsur Kementerian, diajukan oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk; dan
  2. jabatan wakil ketua dan anggota dari unsur IPPAT, diajukan oleh pengurus daerah IPPAT.

Usulan tersebut harus disertai dengan pertimbangan persyaratan sebagaimana telah diuraian pada poin A tulisan ini.

Jabatan wakil ketua dan anggota ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN berdasarkan usulan. Apabila Kepala Kantor Wilayah BPN tidak menyetujui usulan, maka Kepala Kantor Wilayah BPN dapat menunjuk jabatan wakil ketua atau anggota MPPD.

MASA JABATAN

Jabatan Ketua Majelis Pembina dan Pengawas PPAT melekat pada jabatan di Kementerian.

Masa jabatan wakil ketua dan anggota Majelis Pembina dan Pengawas PPAT selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali dan paling banyak selama 2 (dua) periode.

SUMPAH JABATAN

Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pembina dan Pengawas PPAT sebelum melaksanakan tugasnya harus mengangkat sumpah di hadapan pejabat yang mengangkatnya atau pejabat yang ditunjuk.

Pengucapan sumpah tersebut dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan sebagai ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pembina dan Pengawas PPAT.

Berita Acara Pengangkatan Sumpah tercantum dalam Lampiran III Permen ATR/BPN Nomor 2 Tahun 2018.

PEMBERHENTIAN MAJELIS PEMBINA DAN PENGAWAS PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Pemberhentian Majelis Pembina dan Pengawas PPAT, meliputi:

  1. pemberhentian dengan hormat;
  2. pemberhentian dengan tidak hormat;
  3. pemberhentian sementara.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:

  1. meninggal dunia;
  2. telah berakhir masa jabatannya;
  3. permintaan sendiri;
  4. pindah wilayah kerja;
  5. kehilangan kewarganegaraan Indonesia; dan/atau
  6. tidak sehat jasmani dan/atau rohani.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya karena:

  1. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
  2. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan;
  3. telah melanggar sumpah jabatan; dan/atau
  4. tidak menghadiri rapat dan/atau sidang Majelis Pembina dan Pengawas PPAT sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut atau 6 (enam) kali tidak berturutturut dalam masa 1 (satu) tahun jabatan tanpa alasan yang sah.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT diberhentikan sementara dari jabatannya karena diduga melakukan tindak pidana dan ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa. Pemberhentian sementara dilakukan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Jabatan wakil ketua atau anggota Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berasal dari unsur IPPAT dapat diberhentikan dari Majelis Pembina dan Pengawas PPAT karena diberhentikan dari jabatannya selaku PPAT sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Apabila terjadi kekosongan anggota Majelis Pembina dan Pengawas PPAT karena pemberhentian, maka Menteri, Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Wilayah BPN sesuai kewenangannya, dapat meminta kepada pejabat yang berwenang mengusulkan atau pengurus IPPAT, untuk mengajukan calon pengganti. Masa jabatan calon pengganti merupakan sisa masa jabatan yang digantikan.

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART I)

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART I)

Hai sahabat PytaGoals, yuk kita belajar bareng tentang tata cara pembinaan dan pengawasan PPAT. Kenapa pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT ini penting dan perlu diatur tersediri dalam peraturan perundang-undangan? Ada 4 (empat) judul tulisan yang menguraikan hal ini, jadi baca semuanya ya sahabat, agar bisa tuntas belajarnya. Semangat !!!

DASAR HUKUM

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah

PENGERTIAN

Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh Menteri terhadap PPAT secara efektif dan efisien untuk mencapai kualitas PPAT yang lebih baik.

Pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para PPAT dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat IPPAT adalah organisasi profesi jabatan PPAT yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT adalah majelis yang diberi kewenangan oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat yang selanjutnya disingkat MPPP adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kementerian.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah yang selanjutnya disingkat MPPW adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Wilayah BPN.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah yang selanjutnya disingkat MPPD adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Pertanahan.

PEMBINAAN PPAT

Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT dilakukan oleh Menteri ATR/BPN.  Pembinaan oleh Menteri dapat berupa:

  1. penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas jabatan PPAT;
  2. pemberian arahan pada semua pihak yang berkepentingan terkait dengan kebijakan di bidang ke-PPAT-an;
  3. menjalankan tindakan yang dianggap perlu untuk memastikan pelayanan PPAT tetap berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan/atau
  4. memastikan PPAT menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan Kode Etik.

Adapun Pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT di daerah dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kepala Kantor Pertanahan. Pembinaan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kepala Kantor Pertanahan dapat berupa:

  1. penyampaian dan penjelasan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri terkait pelaksanaan tugas PPAT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. sosialisasi, diseminasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan pertanahan;
  3. pemeriksaan ke kantor PPAT dalam rangka pengawasan secara periodik; dan/atau
  4. pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi PPAT sesuai Kode Etik.

Selain pembinaan di atas, Kepala Kantor Pertanahan atau petugas yang ditunjuk melakukan pemeriksaan atas akta yang dibuat oleh PPAT pada saat pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak.

PENGAWASAN PPAT

Pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan PPAT dilakukan untuk memastikan PPAT melaksanakan kewajiban dan jabatan PPAT-nya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain:

  1. tempat kedudukan kantor PPAT;
  2. stempel jabatan PPAT;
  3. papan nama, dan kop surat PPAT;
  4. penggunaan formulir akta, pembuatan akta dan penyampaian akta;
  5. penyampaian laporan bulanan akta;
  6. pembuatan daftar akta PPAT;
  7. penjilidan akta, warkah pendukung akta, protokol atau penyimpanan bundel asli akta; dan
  8. pelaksanaan jabatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

PEMERIKSAAN

Pengawasan atas pelaksanaan jabatan PPAT dilakukan dengan pemeriksaan ke kantor PPAT atau cara pengawasan lainnya, oleh:

  1. Kepala Kantor Wilayah BPN, dilaksanakan secara berkala; dan
  2. Kepala Kantor Pertanahan, dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Kepala Kantor Wilayah BPN dan/atau Kepala Kantor Pertanahan dapat menugaskan pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan pemeriksaan ke kantor PPAT. Dan juga dapat dibantu oleh Majelis Pembina dan Pengawas PPAT sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. mendapat penugasan dari Ketua Majelis Pembina dan Pengawas PPAT; dan
  2. dilakukan paling sedikit 2 (dua) orang.

HASIL PEMERIKSAAN

Hasil pemeriksaan dibuat dalam bentuk risalah sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I Permen ATR/BPN Nomor 2 Tahun 2018.

Apabila terdapat temuan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT, ditindaklanjuti dengan pemeriksaan oleh Majelis Pembina dan Pengawas PPAT.

PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

Hasil pemeriksaan ke kantor PPAT dilaporkan secara berkala kepada Menteri ATR/BPN. Pelaporan dilakukan berjenjang, dengan ketentuan:

  1. Kepala Kantor Pertanahan menyampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN, paling lambat pada minggu pertama awal bulan;
  2. Kepala Kantor Wilayah BPN menyampaikan pelaporan di wilayahnya dan pelaporan dari Kantor Pertanahan kepada Direktur Jenderal, paling lambat pada minggu kedua awal bulan; dan
  3. Direktur Jenderal meneruskan laporan Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Kantor Wilayah BPN kepada Menteri.

Tindak lanjut pelaporan tersebut sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan di bidang PPAT.

PENGAWASAN BERUPA PENEGAKAN HUKUM

Pengawasan berupa penegakan aturan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPAT dilaksanakan atas temuan dari Kementerian terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan PPAT atau terdapat pengaduan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT.

Maksud dari pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT di atas merupakan:

  1. pelanggaran atas pelaksanaan jabatan PPAT;
  2. tidak melaksanakan kewajiban yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
  3. melanggar ketentuan larangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; dan/atau
  4. melanggar Kode Etik.

Adapun pengaduan atas dugaan pelanggaran dapat berasal dari:

  1. masyarakat, baik perorangan/badan hukum; dan/atau
  2. IPPAT.

Pengaduan terhadap dugaan pelanggaran oleh PPAT dapat disampaikan secara tertulis kepada Kementerian atau melalui website pengaduan, aplikasi Lapor atau sarana pengaduan lainnya yang disediakan oleh Kementerian.

Apabila pengaduan dari masyarakat diterima oleh Kementerian, Kantor Wilayah BPN, Kantor Pertanahan, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT atau IPPAT maka pengaduan diteruskan kepada MPPD.

Pengaduan yang disampaikan secara tertulis oleh pelapor harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. harus jelas menyebutkan identitas pelapor dan terlapor; dan
  2. melampirkan bukti yang berkaitan dengan pengaduan.

MPPD menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dengan melakukan pemeriksaan terhadap PPAT terlapor.

PEMBERIAN SANKSI TERHADAP PPAT

Pemberian sanksi yang dikenakan terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran dapat berupa:

  1. teguran tertulis;

Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT berupa teguran tertulis dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

  1. pemberhentian sementara;

Sanksi ini dapat diberikan langsung tanpa didahului teguran tertulis. Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT berupa pemberhentian sementara dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN.

  1. pemberhentian dengan hormat; atau

Sanksi ini dapat diberikan langsung tanpa didahului teguran tertulis. Pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan hormat dapat didahului dengan pemberhentian sementara. Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT berupa pemberhentian dengan hormat dilakukan oleh Menteri.

  1. pemberhentian dengan tidak hormat.

Sanksi ini dapat diberikan langsung tanpa didahului teguran tertulis. Pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dapat didahului dengan pemberhentian sementara. Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT berupa pemberhentian dengan tidak hormat dilakukan oleh Menteri.

HONORARIUM NOTARIS

HONORARIUM NOTARIS

Pada tulisan sebelumnya telah diuraikan mengenai uang jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagaimana dengan uang jasa untuk Notaris?

Ternyata berbeda pengaturan besaran uang jasa PPAT dengan honorarium Notaris. Bahkan penyebutan nomenklaturnya pun berbeda dalam peraturan perundang-undangan. Namun faktanya masih banyak masyarakat Indonesia yang menyamakan antara Notaris dengan PPAT, baik secara pengertian, kewenangan maupun yang lainnya, termasuk ketentuan uang jasa atau honorarium di antara keduanya.

Honorariun Notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya.

Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.

Adapun nilai ekonomis ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut:

  1. Sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
  2. Di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau
  3. Di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari objek yang dibuatkan aktanya.

Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Akta yang mempunyai fungsi sosial, misalnya, akta pendirian yayasan, akta pendirian sekolah, akta tanah wakaf, akta pendirian rumah ibadah, atau akta pendirian rumah sakit.

Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu.

SANKSI

Pelanggaran terhadap Pasal 37 UUJN, yang mengatur kewajiban Notaris memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu, dapat dikenai sanksi berupa:

  1. Teguran lisan;
  2. Teguran tertulis;
  3. Pemberhentian sementara;
  4. Pemberhentian dengan hormat; atau
  5. Pemberhentian dengan tidak hormat.
UANG JASA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

UANG JASA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

KETENTUAN UANG JASA PPAT DAN PPAT SEMENTARA

Uang Jasa PPAT diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2021 Tentang Uang Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2021). Pengaturannya adalah sebegai berikut:

Tidak Boleh Melebihi 1% (Satu Persen) dari Harga Transaksi yang Tercantum di dalam Akta

Uang Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara atas biaya pembuatan akta tidak boleh melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.

Ketentuan uang jasa tersebut sudah termasuk honorarium saksi dalam pembuatan akta. Dan juga sudah didasarkan pada nilai ekonomis yang ditentukan dari harga transaksi setiap akta dengan rincian sebagai berikut:

  1. Kurang dari atau sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), paling banyak sebesar 1% (satu persen);
  2. Lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), paling banyak sebesar 0,75% (nol koma tujuh lima persen);
  3. Lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen); atau
  4. Lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), paling banyak sebesar 0,25% (nol koma dua lima persen).

Wajib Memberikan Jasa Pembuatan Akta Tanpa Memungut Biaya Kepada Orang yang Tidak Mampu

Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara wajib memberikan jasa pembuatan akta tanpa memungut biaya kepada orang yang tidak mampu. Orang yang tidak mampu dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

SANKSI

Dalam hal Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara melanggar ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2021 Tentang Uang Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah maka dikenakan sanksi sebagai berikut:

  1. Memungut uang jasa melebihi ketentuan, maka dikenakan sanksi pelanggaran ringan berupa pemberhentian sementara paling lama 6 (enam) bulan.
  2. memungut uang jasa kepada seseorang yang tidak mampu, dikenakan sanksi berupa teguran tertulis.

Adapun Tata cara pemeriksaan dan pengenaan sanksi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembinaan dan pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah.