SUBJEK HUKUM

SUBJEK HUKUM

Apakah Anda adalah subjek hukum?
Yuk kita cek disini!

PENGERTIAN

Pengertian subjek hukum menurut para sarjana diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Subyek hukum menurut Subekti adalah pembawa hak atau subyek di dalam hukum yaitu orang. Menurut Subekti, di samping orang, badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.
  2. Subyek hukum menurut Mertokusumo adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Hanya manusia yang dapat menjadi subyek hukum;
  3. Subyek hukum menurut Syahran adalah pendukung hak dan kewajiban;
  4. Subyek hukum menurut Chaidir Ali adalah manusia yang berkepribadian hukum, dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat demikian itu dan oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban;
  5. Subyek hukum menurut Agra adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban sehingga mempunyai wewenang hukum atau disebut dengan Rechtsbevoegdheid.​

Subjek hukum dalam menjalankan perbuatan hukum memiliki wewenang. Wewenang  subjek  hukum terbagi menjadi dua. Pertama, wewenang untuk mempunyai  hak  (rechts-bevoegdheid). Kedua,  wewenang  untuk  melakukan (menjalankan)  perbuatan  hukum  dan faktor-faktor  yang  mempengaruhinya.

​Subjek hukum menurut Utrecht adalah suatu  pendukung  hak  yaitu  manusia atau  badan  yang  menurut  hukum berkuasa  menjadi  pendukung  hak. Suatu  subjek  hukum  mempunyai kekuasaan guna mendukung hak atau rechtsvoegdheid.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa subjek hukum adalah orang dan badan hukum.

ORANG

Ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menunjukkan bahwa setiap manusia merupakan “orang” dalam hukum. Artinya bahwa setiap manusia memiliki hak-hak, khususnya hak-hak keperdataan. Dan hak keperdataan itu akan berakhir pada saat kematiannya. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 KUH Perdata berikut ini:

Tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian perdata, atau hilangnya segala hakhak kewargaan.

Hak-hak keperdataan tersebut dimulai saat kelahirannya. Bahkan anak yang masih dalam kandungan juga merupakan subjek hukum, apabila kepentingan menghendakinya. Misalnya adalah dalam perkara waris, anak yang masih di dalam kandungan juga diperhitungkan sebagai calon ahli waris.

Terkait dengan anak dalam kandungan tersebut, dapat dikatakan subjek hukum apabila memenuhi 2 syarat:

  1. Dilahirkan hidup
    Apabila anak yang dalam kandungan tersebut mati sewaktu dilahirkan, maka dianggap tidak pernah ada.
  2. Anak tersebut sudah ada dalam kandungan ibunya pada saat suatu fakta/peristiwa hukum terjadi.

​Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 KUH Perdata berikut ini:

Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap kali kepentingan si anak menghendakinya. Bila telah mati sewaktu dilahirkan, dia dianggap tidak pernah ada.

Tidak  semua  manusia  mempunyai kewenangan  dan  kecakapan  untuk melakukan perbuatan hukum, Adapun orang yang dapat melakukan perbuatan hukum  adalah  orang  yang  cakap menurut  hukum.

                     Baca Juga PERJANJIAN

BACA JUGA   TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART II)

BADAN HUKUM

Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkumpulan, badan atau badan usaha dapat dikatakan badan hukum.

  1. Syarat Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

    ​Pasal 1653 KUH Perdata mengatur bahwa:

Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.

Syarat badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan terbagi menjadi dua, yaitu syarat yang bersifat umum dan syarat yang bersifat khusus. Pasal 1653 KUH Perdata di atas merupakan syarat umum, yaitu:

  1. Dinyatakan dengan tegas, bahwa suatu badan atau organisasi
    adalah badan hukum;
  2. Tidak dinyatakan secara tegas tetapi dengan peraturan sedemikian rupa bahwa badan itu adalah badan hukum. oleh karena itu, dengan peraturan dapat ditarik kesimpulan bahwa badan itu adalah badan hukum.

Syarat khusus badan hukum diatur dalam peraturan khusus yang diatur lebih spesifik. Misalnya peraturan terkait yayasan.

  1. Syarat Berdasarkan Kebiasaan dan Yurisprudensi

    ​Kebiasaan dan yurisprudensi itu merupakan sumber hukum yang formal, sehingga apabila tidak ditemukan syarat-syarat badan hukum dalam
    perundang-undangan dan doktrin, orang berusaha mencarinya dalam
    kebiaasaan dan yurisprudensi.

    C. Syarat-Syarat Berdasarkan Doktrin

    Doktrin atau pendapat ahli hukum sering digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutus suatu perkara. Doktrin atau anggapan dari kalangan hukum, baik pendapat seseorang atau beberapa sarjana/ahli hukum yang lazimnya Namanya terkenal. Anggapan atau tafsiran yang dibuat oleh ahli hukum itu mengenai peraturan hukum yang diigunakan ataupun yang hendak diselesaikan. Dalam ilmu hukum,doktrin digunakan sebagai salah satu sumber hukum yang formal. Seperti misalnya dalam masalaah badan hukum,anggapan atau pendapat ahli hukum sering digunakan untuk dasar memecahkan masalah yang dihadapi oleh seorang penulis maupun dasar keputusan hakim.

Salah satu contoh syarat menurut ahli adalah Maijers, bahwa suatu badan untuk dapat disebut sebagai badan hukum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Terdapat harta kekayaan terpisah lepas dari kekayaan anggotanya;
  2. Ada kepentingan bersama yang diakui dan dilindungi oleh hukum;
  3. Kepentingan tersebut haruslah stabil atau tidak terikat pada suatu waktu yang pendek saja, namun juga untuk waktu yang Panjang;
  4. Harus dapat ditunjukkan harta kekayaan tersebut tersendiri, yang tidak hanya untuk obyek tuntutan saja, tetapi juga untuk pemeliharaan kepentingan tertentu yang terlepas dari kepentingan anggotanya.

Sumber:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Harumiati Natadimaja. 2009. Hukum Perdata Mengenai Hukum Orang Dan Hukum Benda. Yogyakarta : Graha Ilmu;
  3. Dyah Hapsari Prananingrum. Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia Dan Badan Hukum. Jurnal Vol. 8 No. 1;
  4. Utrecht. 1965. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. PT Penerbitan Universitas;
  5. Anwar Borahima. 2010. Kedudukan Yayasan di Indonesia : Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung Jawab Yayasan. Kencana:Jakarta.

Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *