Harta Gono-Gini dalam Perceraian: Cara Pembagian yang Adil

Harta Gono-Gini dalam Perceraian: Cara Pembagian yang Adil

Perceraian merupakan salah satu peristiwa terputusnya atau berakhirnya suatu perkawinan. Peristiwa ini mengakibatkan perpisahan antara suami dan istri tidak masing – masing tidak lagi memiliki tugas serta kewajiban sebagai suami maupun sebagai istri. Perceraian tidak hanya berdampak emosional, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum, terutama dalam pembagian harta bersama atau yang dikenal sebagai harta gono-gini. Dalam hukum Indonesia, pembagian harta gono-gini diatur oleh Undang-Undang Perkawinan dan peraturan lainnya. Artikel ini akan membahas cara pembagian harta gono-gini yang adil sesuai dengan hukum positif berlaku.

Pengertian dan Dasar Hukum Harta Bersama atau Harta Gono-Gini

Harta gono-gini adalah harta bersama yang diperoleh selama pernikahan, baik dari penghasilan suami maupun istri. Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi :

  1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
  2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”

Harta bersama merupakan harta yang didapatkan selama perkawinan, kecuali jika ada perjanjian perkawinan yang menyatakan lain.

Cara Pembagian Harta Gono-Gini dalam Perceraian

  • Berdasarkan Kesepakatan: Jika suami istri sepakat mengenai pembagian harta, maka bisa dilakukan secara musyawarah tanpa harus melalui proses pengadilan.
  • Melalui Pengadilan: Jika tidak ada kesepakatan, maka pengadilan akan menentukan pembagian harta berdasarkan prinsip keadilan dan keseimbangan.
  • Dalam Hukum Islam: Harta gono-gini dibagi secara adil, biasanya dengan pembagian 50:50 kecuali ditentukan lain di dalam perjanjian perkawinan. Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam berbunyi : “Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”

Kendala dan Solusi dalam Pembagian Harta Gono-Gini

  • Sengketa atas kepemilikan aset: Solusinya adalah menunjukkan bukti kepemilikan yang sah (kecuali untuk aset yang dibeli selama masa perkawinan kecuali ditentukan lain oleh perjanjian perkawinan, karena atas nama suami maupun atas nama istri aset yang dibeli selama dalam perkawinan merupakan harta bersama kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan)
  • Adanya hutang bersama: Hutang yang dibuat selama pernikahan juga harus diperhitungkan dalam pembagian harta.
  • Adanya harta pribadi: Harta yang diperoleh sebelum menikah atau yang diperoleh dari hibah, warisan, maupun hadiah bukan bagian dari harta gono-gini.

Penutup

Pembagian harta gono-gini dalam perceraian harus dilakukan dengan adil sesuai hukum yang berlaku. Penting bagi pasangan untuk memahami hak dan kewajibannya agar tidak terjadi sengketa berkepanjangan.

Saran

  1. Buat perjanjian perkawinan untuk menghindari sengketa harta di masa depan.
  2. Diskusikan secara terbuka dengan pasangan mengenai pembagian harta.
  3. Gunakan jasa notaris atau pengacara untuk memastikan proses pembagian harta berjalan dengan adil dan sesuai hukum.
Pernikahan Beda Agama: Apakah Bisa Dilegalkan di Indonesia?

Pernikahan Beda Agama: Apakah Bisa Dilegalkan di Indonesia?

Pernikahan beda agama menjadi salah satu isu hukum yang sering diperdebatkan di Indonesia. Banyak pasangan yang menghadapi tantangan besar ketika ingin menikah tetapi berasal dari agama maupun keyakinan yang berbeda. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga beberapa aturan lainnya telah mengatur aspek legalitas pernikahan, meskipun masih terdapat perbedaan dalam implementasinya. Artikel ini akan membahas apakah pernikahan beda agama dapat dilegalkan di Indonesia, bagaimana tantangan hukumnya, serta beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh pasangan.

Ketentuan Hukum Perkawinan di Indonesia

Undang-Undang Perkawinan di Indonesia mengatur bahwa pernikahan dianggap sah apabila dilakukan berdasarkan hukum agama dan kepercayaan masing-masing pasangan. Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”

Hal ini berarti bahwa pernikahan beda agama berpotensi mengalami kendala jika agama maupun keyakinan yang dianut oleh kedua mempelai tidak mengizinkan pernikahan lintas agama. Di sisi lain, pencatatan pernikahan juga menjadi syarat penting agar pernikahan tersebut sah menurut hukum negara.

Tantangan dan Hambatan Hukum dalam Pernikahan Beda Agama

Pasangan beda agama di Indonesia menghadapi berbagai tantangan hukum, diantaranya:

  • Tidak semua agama memperbolehkan pernikahan beda agama, misalnya dalam Islam, pernikahan antara seorang wanita Muslim dengan pria non-Muslim tidak diperbolehkan.
  • Kesulitan dalam pencatatan pernikahan, karena Kantor Urusan Agama (KUA) hanya mencatat pernikahan yang sesuai dengan hukum Islam, sedangkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) memerlukan bukti sahnya pernikahan menurut agama masing-masing.
  • Potensi pernikahan dianggap tidak sah, jika tidak memenuhi syarat agama dan tidak dicatatkan secara resmi, maka pernikahan bisa dianggap tidak memiliki kekuatan hukum.

Solusi dan Alternatif untuk Pernikahan Beda Agama

Bagi pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan beda agama, terdapat praktik yang sering dilakukan oleh pasangan beda agama, antara lain :

  • Menikah di luar negeri: Beberapa pasangan memilih untuk menikah di negara yang mengizinkan pernikahan beda agama, lalu mendaftarkan pernikahannya di Indonesia.
  • Menggunakan mekanisme penetapan pengadilan: Dalam beberapa kasus, pasangan mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan penetapan sahnya pernikahan mereka.
  • Salah satu pasangan berpindah agama sementara: Meskipun ini adalah pilihan kontroversial, beberapa pasangan memilih untuk mengikuti agama pasangannya agar pernikahan bisa diakui secara agama dan hukum.

Praktik – praktik di atas, dalam dunia hukum seringkali disebut penyelundupan hukum. Menurut Suparman Usman, dalam Pengantar Hukum Perdata Internasional, mendefinisikan Penyelundupan hukum adalah apabila seorang atau suatu pihak untuk mendapatkan berlakunya hukum asing, telah melakukan suatu cara yang tidak wajar, dengan maksud untuk menghindari pemakaian hukum nasional, menghindarkan suatu akibat hukum tertentu yang tidak dikehendaki atau untuk mewujudkan suatu akibat hukum yang dikehendaki. Penyelundupan hukum dimaksudkan untuk mengesampingkan hukum nasional yang berlaku.

Penutup

Pernikahan beda agama di Indonesia memang memiliki tantangan hukum yang kompleks. Meskipun Undang-Undang Perkawinan tidak secara eksplisit melarangnya, prosedur pencatatan pernikahan tetap menjadi kendala utama. Oleh karena itu, pasangan yang berencana menikah dalam kondisi ini harus memahami regulasi yang berlaku dan mencari solusi hukum yang sesuai.

Saran

Bagi pasangan yang ingin menikah beda agama, beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah:

  1. Berkonsultasi dengan lembaga hukum atau notaris untuk memahami konsekuensi dan solusi hukum yang tersedia.
  2. Mencari alternatif pencatatan pernikahan seperti menikah di luar negeri atau melalui penetapan pengadilan.
  3. Menyiapkan dokumen hukum yang lengkap, termasuk perjanjian pernikahan jika diperlukan untuk melindungi hak masing-masing pihak.

Dengan pemahaman yang baik mengenai hukum pernikahan beda agama, pasangan dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan memastikan bahwa pernikahan mereka memiliki legalitas yang kuat di Indonesia.

Syarat Sah Pernikahan di Indonesia: Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata

Syarat Sah Pernikahan di Indonesia: Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata

Pernikahan merupakan ikatan sakral yang tidak hanya diakui secara sosial dan agama, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum yang penting. Di Indonesia, pernikahan diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang mengakomodasi berbagai aturan agama dan hukum perdata. Namun, ada perbedaan mendasar dalam syarat sah pernikahan antara hukum Islam dan hukum perdata. Artikel ini akan membahas perbedaan tersebut serta implikasinya bagi pasangan yang ingin menikah.

Syarat Sah Pernikahan Menurut Hukum Islam

Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam hukum Islam, pernikahan dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan.

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), syarat sah pernikahan dalam Islam meliputi:

1. Calon mempelai pria dan wanita

Calon mempelai pria dan Wanita yang memenuhi syarat, diantaranya :

  • Telah mencapai umur yang ditetapkan oleh undang-undang
  • Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai. Apabila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan.
  • Tidak terdapat halangan perkawinan. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Kompilasi Hukum Islam, Bab VI Larangan Kawin.

2. Adanya wali nikah bagi mempelai Wanita

Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam
yakni muslim, aqil dan baligh. Wali nikah terdiri dari wali nasab dan wali hakim. Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita. Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka

3. Dua orang saksi

Saksinya yaitu laki-laki muslim, adil, aqil baligh, tidak terganggu ingatan dan tidak tuna rungu atau tuli. Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akdan nikah serta menandatangani Akta Nikah pada waktu dan ditempat akad nikah dilangsungkan.

4. Akad Nikah / Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria

5. Mas kawin atau mahar

Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk
dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam Islam penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan. Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itumenjadi hak pribadinya. Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.

Jika syarat di atas terpenuhi, pernikahan dianggap sah secara agama meskipun belum dicatatkan di KUA atau catatan sipil.

Syarat Sah Pernikahan Menurut Hukum Perdata

Hukum perdata di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Perkawinan dan aturan administratif lainnya. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha esa. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Berikut adalah syarat sah pernikahan menurut hukum perdata:

1. Persetujuan kedua belah pihak

Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2. Minimal usia pernikahan

Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Apabila terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

3. Tidak ada larangan pernikahan,

Larangan pernikahan yang dimaksud seperti hubungan sedarah atau sudah memiliki pasangan yang sah kecuali dalam kondisi tertentu yang diperbolehkan hukum.

4. Pencatatan pernikahan

Pencatatan Pernikahan dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi pasangan Muslim, dan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bagi pasangan non-Muslim. Hal ini sebagaimana ketentuan Undang – Undang Perkawinan, Pasal 2 ayat (2) yang berbunyi “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

5. Akta nikah sebagai bukti hukum

Akta nikah sebagai bukti hukum yang memberikan perlindungan hukum bagi pasangan suami-istri serta anak-anak mereka.

Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata dalam Pernikahan

Perbedaan mendasar antara hukum Islam dan hukum perdata dalam pernikahan adalah aspek pencatatan dan perlindungan hukum:

  • Dalam hukum Islam, pernikahan tetap sah meskipun tidak dicatatkan, tetapi berisiko secara hukum.
  • Dalam hukum perdata, pencatatan pernikahan menjadi syarat mutlak untuk memperoleh pengakuan hukum dan hak-hak sebagai suami istri.
  • Hukum Islam mengharuskan wali nikah, sementara hukum perdata tidak selalu mengatur kewajiban wali bagi pasangan non-Muslim.
  • Sistem hukum perdata memberikan perlindungan lebih kuat dalam hal warisan, perceraian, dan hak-hak anak karena adanya dokumen resmi.

Penutup

Memahami perbedaan syarat sah pernikahan dalam hukum Islam dan hukum perdata sangat penting bagi pasangan yang ingin menikah. Meskipun pernikahan secara agama sudah dianggap sah, pencatatan dalam hukum perdata tetap diperlukan agar pasangan mendapatkan perlindungan hukum yang optimal. Oleh karena itu, calon pengantin sebaiknya memastikan bahwa pernikahan mereka tidak hanya sah menurut agama tetapi juga diakui oleh negara.

Saran

Bagi pasangan yang akan menikah, disarankan untuk:

  1. Mengurus pencatatan pernikahan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia agar memiliki perlindungan hukum.
  2. Memahami hak dan kewajiban dalam pernikahan, baik dari segi agama maupun hukum perdata.
  3. Berkonsultasi dengan pihak yang berwenang, seperti KUA atau Dinas Kependudukan, untuk memastikan semua persyaratan terpenuhi sebelum melangsungkan pernikahan.

Dengan memenuhi syarat pernikahan secara hukum dan agama, pasangan dapat membangun kehidupan rumah tangga yang sah, harmonis, dan memiliki perlindungan hukum.

 

NOTARIS: PENGAWAL KEABSAHAN DOKUMEN DAN KONTRAK

NOTARIS: PENGAWAL KEABSAHAN DOKUMEN DAN KONTRAK

Di balik setiap transaksi hukum yang Anda lakukan, ada sosok yang bekerja di belakang layar untuk memastikan semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan hukum. Dialah notaris, pahlawan tanpa tanda jasa dalam dunia hukum yang berperan penting dalam mengawasi keabsahan dokumen dan kontrak. Mari kita lihat mengapa notaris dianggap sebagai penjaga utama kepastian hukum dan mengapa peran mereka sangat penting.

Pencipta Akta Otentik: Pengesahan Tanpa Ragu-ragu

Salah satu tugas penting notaris adalah membuat dokumen resmi yang disebut “akta otentik”, yang dibuat oleh notaris setelah semua pihak yang terlibat menandatanganinya di hadapannya. Dokumen biasa tidak memiliki status pembuktian yang sama dengan akta otentik. Dengan kata lain, mereka mirip dengan segel kepastian hukum, yang memberikan kepercayaan kepada orang bahwa dokumen tersebut benar dan sah.

Pasal 1868 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, berbunyi “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.” Lebih lanjut, Pasal 1870 berbunyi “Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.

Verifikasi Identitas dan Kepentingan

Notaris tidak hanya berfungsi sebagai saksi yang menandatangani perjanjian, mereka juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat memiliki identitas yang sah dan memahami konsekuensi hukum dari perjanjian yang mereka tanda tangani. Ini adalah langkah penting untuk mencegah transaksi yang mengandung manipulasi atau penipuan.

Menghapus Kekuatan Berlebihan dalam Transaksi

Kadang-kadang, transaksi hukum rumit dan penuh dengan istilah hukum yang sulit dipahami. Notaris bertugas untuk membuat bahasa hukum menjadi lebih mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat. Dengan melakukan ini, mereka menghindari kesalahpahaman dan memastikan bahwa semua pihak memiliki persyaratan yang sama.

Netralitas dan Keadilan

Notaris bertindak sebagai pihak netral dalam transaksi, yang berarti mereka tidak memiliki kepentingan pribadi dalamnya. Sebaliknya, mereka bertindak untuk melindungi semua pihak yang terlibat dalam transaksi dengan memastikan bahwa tidak ada pihak yang dilindungi atau dirugikan.

Perlindungan dari Kemungkinan Sengketa

Notaris bertugas mencegah sengketa hukum yang panjang dan rumit terjadi. Notaris mengurangi risiko sengketa di masa depan dengan memeriksa dokumen secara menyeluruh dan memastikan bahwa semua persyaratan dipenuhi.

Kesimpulan: Penjaga Hukum yang Setia dan Andal

Dalam dunia hukum, notaris adalah orang yang setia dan dapat diandalkan. Di balik layar, mereka bekerja untuk memastikan bahwa setiap transaksi hukum dilakukan dengan cara yang benar, sah, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Jadi, saat Anda menandatangani dokumen penting di meja notaris, ingatlah bahwa notaris adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang bekerja keras untuk memastikan bahwa transaksi Anda sah dan aman.

MEMAHAMI FUNGSI UTAMA NOTARIS DALAM PROSES PERDATA

MEMAHAMI FUNGSI UTAMA NOTARIS DALAM PROSES PERDATA

Notaris sering dianggap sebagai orang yang tidak terlihat di dunia hukum, tetapi peran mereka dalam menjaga keabsahan dan keamanan transaksi perdata sangat penting. Jika Anda pernah membeli properti, membuat perjanjian bisnis, atau membuat wasiat, Anda mungkin pernah berurusan dengan notaris. Mari kita pelajari lebih jauh tentang peran penting notaris dalam proses perdata dan mengapa mereka penting untuk menjaga ketertiban hukum.

Pencipta Akta Otentik: Keabsahan yang Tak Terbantahkan

Salah satu tugas penting notaris adalah membuat apa yang disebut “akta otentik”, yang merupakan dokumen resmi yang dibuat oleh notaris setelah semua pihak yang terlibat menandatanganinya di hadapan notaris. Keunikan akta otentik sebanding dengan kepastian dalam dunia transaksi, itu adalah pembuktian hukum yang kuat. Ini memastikan bahwa catatan tertulis yang sah dan tidak terbantahkan mengenai kesepakatan dimiliki oleh semua pihak yang terlibat.

Verifikasi Identitas dan Keabsahan

Notaris bertindak sebagai pengawas verifikasi identitas selain bertindak sebagai saksi tanda tangan. Mereka tidak hanya memastikan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam transaksi memiliki identitas yang sah dan benar, tetapi mereka juga memastikan bahwa semua pihak memiliki kapasitas hukum untuk melakukan transaksi tersebut, sehingga mencegah potensi pelanggaran hukum.

Penjelasan Hukum yang Mudah Dimengerti

Ada banyak istilah hukum yang bisa membuat kita bingung. Inilah saatnya notaris menjadi penerjemah. Mereka berkontribusi dalam menerjemahkan bahasa hukum yang kadang-kadang sulit dipahami menjadi bahasa yang lebih manusiawi. Dengan cara ini, semua pihak yang terlibat dalam transaksi dapat memahami persyaratan dan konsekuensi dari transaksi tersebut.

Perlindungan Terhadap Kepentingan Semua Pihak

Notaris berfungsi sebagai pihak netral yang tidak terlibat dalam transaksi. Ini memungkinkan mereka untuk bersikap objektif terhadap setiap perspektif. Melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat adalah tugas utama mereka. Mereka memastikan bahwa persyaratan yang tercantum dalam perjanjian dipenuhi dengan benar dan tidak berdampak negatif pada pihak mana pun.

Pencegahan Sengketa dan Kehadiran Hukum

Risiko sengketa adalah satu hal yang pasti dalam dunia hukum. Dengan memeriksa setiap detail transaksi dan memastikan bahwa semuanya sesuai dengan hukum yang berlaku, notaris membantu mengurangi risiko ini. Mereka memberi Anda jaminan hukum untuk tidur nyenyak dan tenang.

Kesimpulan: Notaris sebagai Penjaga Ketertiban Hukum

Notaris adalah penjaga ketertiban hukum yang bekerja di balik layar untuk memastikan bahwa setiap transaksi perdata dilakukan dengan benar dan sesuai hukum. Mereka adalah penghubung antara hukum yang rumit dan masyarakat yang ingin menjalankan transaksi tanpa risiko. Jadi, setiap kali Anda menandatangani dokumen penting di hadapan seorang notaris, ingatlah bahwa Anda sedang melakukan transaksi dengan pedoman paling andal untuk ketertiban hukum.

MENGUNGKAP PERAN PENTING NOTARIS DALAM TRANSAKSI HUKUM

MENGUNGKAP PERAN PENTING NOTARIS DALAM TRANSAKSI HUKUM

Anda mungkin pernah berurusan dengan notaris jika Anda pernah terlibat dalam transaksi properti, pembuatan wasiat, atau perjanjian lainnya. Peran notaris dalam transaksi hukum sangat penting dan tidak boleh diabaikan, meskipun mereka mungkin bertindak di belakang layar. Mari kita bahas lebih dalam peran penting notaris dalam menjamin keabsahan dan keamanan transaksi hukum.

Memastikan Keabsahan dan Keamanan Transaksi

Notaris memiliki tugas utama untuk memastikan bahwa transaksi hukum yang Anda lakukan adalah sah dan sah secara hukum. Tugas notaris termasuk memeriksa dokumen yang terkait dengan transaksi untuk memastikan bahwa semua persyaratan hukum dipenuhi dan untuk mengonfirmasi identitas semua pihak yang terlibat. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mencegah sengketa di masa depan yang dapat terjadi karena kelalaian atau pelanggaran hukum.

Menyediakan Akta Otentik dan Legalisasi Dokumen

Satu hal yang membedakan peran notaris adalah kemampuan mereka untuk membuat akta otentik. Akta otentik adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris dan memiliki status hukum yang lebih kuat dan sulit dipersoalkan di pengadilan, karena memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.

Selain itu, tugas notaris juga mencakup legalisasi dokumen. Ini mencakup proses mengesahkan tanda tangan di dokumen tertentu, yang memastikan bahwa tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang sah dan legal.

Melindungi Kepentingan Semua Pihak yang Terlibat

Notaris harus bersikap adil dan objektif dalam memastikan bahwa semua perjanjian dihormati dan dijalankan dengan benar karena notaris tidak hanya mewakili satu pihak dalam transaksi tetapi juga bertindak sebagai pihak netral yang melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat.

Menghilangkan Risiko Hukum dan Sengketa di Masa Depan

Risiko hukum dan sengketa selalu ada dalam transaksi hukum. Mengurangi risiko ini adalah peran notaris dalam memeriksa dokumen, mengklarifikasi ketentuan, dan mengonfirmasi identitas semua pihak. Anda dapat merasa lebih aman dan yakin bahwa transaksi Anda dilakukan dengan benar dan sah dengan menggunakan jasa notaris.

Kesimpulan: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa di Dunia Hukum

Di dunia hukum, notaris dapat dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa karena banyaknya tugas dan tanggung jawab yang mereka miliki. Di balik layar, mereka bekerja untuk memastikan transaksi hukum berjalan dengan lancar, sah, dan bebas dari sengketa. Oleh karena itu, saat Anda menghadapi notaris, ingatlah bahwa Anda berurusan dengan orang yang bertanggung jawab untuk melindungi hak dan kepentingan Anda dalam dunia hukum.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN ATAU PERBAIKAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN ATAU PERBAIKAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN)

Halo teman-teman, tulisan kali ini tentang yurisprudensi Mahkamah Agung dalam bidang Tata Usaha Negara, yaitu terkait dengan perlindungan hukum terhadap pihak yang berkepentingan atau memiliki hak, yang mana hak tersebut diperoleh dengan cara yang sah, tetapi harus dibatalkan akibat adanya perubahan atau perbaikan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Adapun putusan aslinya teman-teman bisa langsung download di wesite direktori Mahkamah Agung.

Kaidah Hukum pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1/Yur/TUN/2018

Perbaikan terhadap keputusan tata usaha negara yang keliru oleh pejabat tata usaha negara, sebagai akibat dari kesalahan yang dilakukan oleh pejabat tersebut, tidak boleh merugikan kepentingan pihak lain yang memperoleh keputusan dengan cara yang sah dan itikad baik.

LATAR BELAKANG 

A. Asal Putusan

Asal Putusan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1/Yur/TUN/2018 adalah Putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi Nomor 421 K/TUN/2016 tanggal 1 Desember 2016.

B. Para Pihak

Para pihak yang berperkara adalah:

  1. Nyonya Margaretha Tjandra
  2. Hasan Anoez
  3. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agraria Dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Selatan
  4. Kepala Kantor Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Kota Makassar
  5. Peter David (Pieter David Phie)

C. Objek Sengketa

Objek sengketa pada perkara ini ada 2 (dua) yang selanjutnya akan disebut sebagai objek sengketa 1 dan objek sengketa 2, yaitu:

  1. Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 03/Pbt/BPN-73/2015, tanggal 9 Maret 2015 tentang Pembatalan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Selatan Nomor 520.1/961/453/ 53-01/97, tanggal 8-7-1997 tentang Pemberian Hak Milik atas nama Dokter Hasan Anoez dan Sertifikat Hak Milik Nomor 2/Sawerigading (dulu Mangkura), tanggal 23 Juli 1997, luas 860 m² yang diuraikan dalam Surat Ukur Nomor 3 Tahun 1963 atas nama Dokter Hasan Anoez dan terakhir tercatat dalam Sertifikat dan Buku Tanah atas nama Nyonya Margaretha Tjandra, terletak di Jalan Botolempangan, Kelurahan Sawerigading (dahulu Kelurahan Mangkura), Kecamatan Ujung Pandang, Kotamadya Ujung Pandang (Sekarang kota Makassar) Propinsi Sulawesi Selatan, karena Cacat Hukum Administrasi;
  2. Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar berupa Surat Keputusan Nomor 646/300.7-73.71/III/2015 tanggal 23 Maret 2015, hal: Permintaan menyerahkan Sertifikat yang ditujukan kepada Ny. Margaretha Tjandra.

D. Maksud dan Tujuan Gugatan

Agar dinyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Selatan dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar, berupa Objek Sengketa 1 dan 2.

E. Peraturan Perundang-Undangan Terkait

Beberapa peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum dalam perkara ini antara lain adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
  2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi pemerintahan
  3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan

F. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Kota Makassar Nomor 43/G/2015/PTUN.MKS, Tanggal 16 November 2015

Beberapa Fakta-Fakta Hukum yang Terungkap di Persidangan:

  1. Bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 2/Sawerigading (Mangkura) tanggal 23 Juli 1997 Seluas 860 m², yang diuraikan dalam Surat Ukur Nomor 3 Tahun 1963, tanggal 9 Januari 1963 atas nama Dokter Hasan Anoez, telah beberapa kali berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara hingga telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap;
  2. Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri mulai tingkat Pertama hingga Peninjauan Kembali, menunjukkan bahwa terhadap objek bidang tanah yang terbit Objek Sengketa, terletak di Jalan Botolempangan, Kelurahan Sawerigading (dahulu Kelurahan Mangkura), Kecamatan Ujung Pandang, Kotamadya Ujung Pandang (Sekarang Kota Makassar), Propinsi Sulawesi Selatan, telah beberapa kali berperkara di peradilan umum hingga telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap;
  3. Bahwa pada tanggal 8 Juli 1997 telah diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Selatan, berupa Surat Keputusan Nomor: 520.1/961/453/53-01/97 tentang Pemberian Hak Milik atas nama Dokter Hasan Anoez dan kemudian diterbitkan pula Sertipikat Hak Milik No.2/Mangkura tanggal 23 Juli 1997, luas 860 m2 atas nama Dokter Hasan Anoez;
  4. Bahwa Akta Jual Beli Nomor: 04/2013 tanggal 18 Januari 2013 yang dibuat di hadapan Notaris Mardiana Kadir, SH menunjukkan bahwa telah terjadi jual beli antara antara Dokter Hasan Anoez selaku pihak penjual dan Ny. Margaretha Tjandra selaku pembeli.
  5. Bahwa tanggal 9 Maret 2015 oleh kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Selatan atas nama Menteri Agraria Tata Ruang BPN Republik Indonesia, menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 03/Bpt/BPN-73/2015 Tentang Pembatalan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Selatan Nomor: 520.1/961/453/53-01/97, tanggal 8-7-1997 tentang Pemberian Hak Milik atas nama Dokter Hasan Anoez dan Sertipikat Hak Milik No.2/Sawerigading (dulu Mangkura), tanggal 23 Juli 1997, luas 860 m2, dengan alasan Cacat Hukum Administrasi.
  6. Bahwa pada tanggal 23 Maret 2015 telah diterbitkan surat dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar Nomor: 646/300. 7-73.71/III/2015 perihal : permintaan menyerahkan sertipikat kepada Penggugat (Ny. Margaretha Tjandra) yang diterbitkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar.

Beberapa Pertimbangan Hakim:

  1. Menimbang bahwa penerbitan Surat Keputusan Objek Sengketa ke 2 yaitu berupa permintaan untuk menyerahkan Sertipikat Hak Milik No.2/Sawerigading merupakan tindak lanjut pelaksanaan dari Objek Sengketa ke 1 yaitu Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Selatan Nomor : 03/Pbt/BPN-73/2015, tanggal 9 Maret 2015 Tentang Pembatalan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Selatan Nomor: 520.1/961/453/ 53-01/97, tanggal 8-7-1997 tentang Pemberian Hak Milik atas nama Dokter Hasan Anoez dan Sertipikat Hak Milik No.2/Sawerigading, yang didasarkan pada ketentuan Pasal 73, 74, dan 75 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor : 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan;
  2. Menimbang bahwa setelah Majelis Hakim membaca dan mencermati ketentuan dalam Perkaban Nomor 3 tahun 2011 serta Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait, Tergugat selaku Kepala Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar diberikan wewenang untuk menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara obyek sengketa in casu Surat Nomor: 646/300.7-73.71/III/2015 tanggal 23 Maret 2015, hal : Permintaan menyerahkan Sertipikat yang ditujukan kepada Ny. Margaretha Tjandra di dalam lingkup wilayah wewenangnya, namun dalam ketentuan tersebut tidak diatur mengenai bagaimana tata cara atau prosedur formal yang harus ditempuh dalam menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa.
  3. Bahwa tidak diaturnya tata cara atau prosedur formal yang harus ditempuh dalam menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara terhadap objek sengketa tersebut, maka termasuk dalam pengertian keputusan yang bersifat bebas (vrije beschikking). Namun hal tersebut tidak boleh diartikan bahwa penggunaan wewenang demikian dapat dilakukan dengan bebas tanpa berlakunya suatu norma hukum, bagaimanapun bebasnya sifat wewenang pemerintahan disitu harus memberlakukan atau memperhatikan norma-norma hukum yang tidak tertulis yang disebut “Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik”;
  4. Menimbang bahwa berdasarkan uraian di atas, khusus dari aspek prosedur dan/atau substansi, sepanjang berkaitan dengan tata cara penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara obyek sengketa yang tidak diatur secara tegas dalam peraturan dasarnya, maka Majelis Hakim akan melakukan pengujian keabsahan (rechhtmatigheids toetsing) dengan berpedoman (mendasarkan) pada Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tetang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan;
  5. Menimbang, bahwa dalam Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, asas kecermatan dan asas kepastian hukum, asas kemanfaatan dipandang sebagai asas yang lebih formal, sebab kedua asas itu tidak segera mengatakan sesuatu tentang isi dari keputusan yang diambil, tetapi lebih tentang persiapan. Asas kecermatan, dalam arti suatu keputusan harus dipersiapkan dan diambil dengan cermat, meneliti semua fakta yang relevan dan memasukkan pula semua kepentingan yang relevan kedalam pertimbangannya, dalam rangka ini asas kecermatan dapat mensyaratkan bahwa yang berkepentingan didengar, sebelum mereka dihadapkan pada suatu keputusan yang merugikan (Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, 1994, hlm. 274-277);
  6. Menimbang, bahwa untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam penyelenggaraaan negara dan asas kemanfaatan serta asas kecermatan, yakni suatu keputusan harus dipersiapkan dan diambil dengan cermat, meneliti semua fakta yang relevan dan memasukan pula semua kepentingan yang relevan ke dalam pertimbangannya, sepatutnya Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar tidak menerbitkan Objek Sengketa ke 2 yang merupakan tindak lanjut pelaksanaan dari Objek Sengketa ke 1, yaitu Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sulawesi Selatan Nomor : 03/Pbt/BPN-73/2015, terlebih saat ini terhadap Objek Sengketa ke 1 tersebut sementara diajukan pengujian keabsahannya, terlepas dari pengadilan mana yang berwenang mengadilinya, sehingga untuk menghindari adanya kerugian yang berpotensi merugikan kepentingan Penggugat (Nyonya Margaretha Tjandra) dikemudian hari bahwa, Tergugat II yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar selaku Pejabat Tata Usaha Negara semestinya berlaku cermat, teliti serta hati-hati sebelum menerbitkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi Obyek Sengketa ke 2 dalam perkara ini, karena Tergugat menerbitkan Surat yang memerintahkan Penggugat untuk mengembalikan Sertipikat hak milik yang masih diuji di peradilan, sepatutnya Tergugat harus dapat mempertimbangkan adanya kerugian yang fatal dikemudian hari bagi pihak penggugat yang bersengketa, apabila diterbitkan Surat Keputusan Objek Sengketa ke 2 tersebut sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan pada bagian mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) terkhusus mengenai asas kecermatan, asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan;
  7. Menimbang, bahwa berdasarkan keseluruhan pertimbangan tersebut di atas majelis hakim berkesimpulan bahwa Surat Keputusan Surat Nomor: 646/300.7-73.71/III/2015 tanggal 23 Maret 2015, hal : Permintaan menyerahkan Sertipikat yang ditujukan kepada Ny. Margaretha Tjandra dari aspek substansinya bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) yakni asas kepastian hukum, asas kecermatan dan asas kemanfaatan sebagaimana dimaksud Ketentan Pasal 10 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan;
  8. Menimbang, bahwa oleh karena Surat Keputusan Objek Sengketa ke 2, Surat Keputusan Nomor: 646/300.7-73.71/III/2015 tanggal 23 Maret 2015, hal : Permintaan menyerahkan Sertipikat yang ditujukan kepada Ny.Margaretha Tjandra, cacat dari aspek substansinya maka surat keputusan tersebut haruslah dinyatakan batal dan berdasarkan ketentuan pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dimana akibat hukum keputusan yang dinyatakan batal adalah tidak mengikat sejak saat keputusan itu dibatalkan dan segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada.

Amar Putusan:

  1. Mengabulkan gugatan Nyonya Margaretha Tjandra dan Dr. Hasan Anoez sebagian;
  2. Menyatakan batal Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar yaitu Surat Keputusan Nomor: 646/300.7-73.71/III/2015 tanggal 23 Maret 2015, hal : Permintaan menyerahkan Sertipikat yang ditujukan kepada Ny. Margaretha Tjandra;
  3. Memerintahkan Kantor Pertanahan Kota Makassar untuk mencabut Surat Keputusan Tata Usaha Negara berupa Surat Keputusan Nomor: 646/300.7-73.71/III/2015 tanggal 23 Maret 2015, hal : Permintaan menyerahkan Sertipikat yang ditujukan kepada Ny. Margaretha Tjandra;
  4. Menolak Gugatan Nyonya Margaretha Tjandra dan Dr. Hasan Anoez selebihnya;
  5. Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan untuk terhadap Obyek Sengketa 1;
  6. Menghukum Tergugat II untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 422.000.

G. Putusan Mahkamah Agung Tingkat Kasasi Nomor 421 K/TUN/2016 Tanggal 1 Desember 2016

Amar Putusan:

  1. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar Nomor 14/B/2016/PT.TUN.MKS, tanggal 25 April 2016 yang membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor 43/G/2015/PTUN.Mks, tanggal 16 November 2015
  2. Menyatakan batal Surat Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) berupa objek sengketa 1 dan objek sengketa 2.
  3. Mewajibkan Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Sulawesi Selatan dan Kantor Pertanahan Kota Makassar mencabut Surat Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menjadi objek sengketa berupa objek sengketa 1 dan objek sengketa 2.

Pertimbangan Hakim:

  1. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar sudah benar dan cermat memberikan pertimbangan bahwa objek sengketa ke-2 menjadi kewenangan Kantor Pertanahan Kota Makassar;
  2. Majelis Hakim Kasasi memperbaiki pertimbangan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut. In casu Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar berwenang memeriksa dan mengadili Sengketa Tata Usaha Negara baik objek sengketa ke-1 maupun objek sengketa ke-2;
  3. Nyonya Margaretha Tjandra dan Dr. Hasan Anoez mendapatkan hak atas tanah dan Sertifikat Hak Milik yang dicabut oleh Keputusan Tata Usaha Negara (objek sengketa), adalah melalui cara-cara yang sah berdasarkan hukum, yaitu melalui proses perkara perdata dan Perkara Tata Usaha Negara yang sangat panjang, sebagai berikut:
    • Nomor 46/G.TUN/1995/PTUN.Uj.Pdg. o. Nomor 164 K/TUN/2012 j.o. Nomor 155 PK/TUN/2013;
    • Nomor 08/G/TUN/1998/PTUN.Uj.Pdg. o. Nomor 42/BDG.TUN/1998/PT.TUN.Uj.Pdg.  j.o. Nomor 112 K/TUN/1999 j.o. Nomor 38 PK/TUN/2002;
    • Nomor 31/PDT.G/1996/PN.Uj.Pdg. Juncto Nomor 157/PDT/1997/PT.Uj.Pdg. JunctoNomor 686 K/Pdt/1998 Juncto Nomor 87 PK/PDT/2012;
    • Nomor 09/G/TUN/2011/PTUN.Mks. Juncto Nomor 103/B.TUN/ 2011/PT.TUN.Mks.
    • Kemudian dilanjutkan dengan peralihan hak di hadapan PPAT Mardiana Kadir, S.H. dengan Akta Jual Beli Nomor 04/2013, tanggal 18 Januari 2013.
  1. Bahwa dari segi hukum Nyonya Margaretha Tjandra dan Dr. Hasan Anoez mendapatkan Keputusan Tata Usaha Negara yang dibatalkan tersebut adalah dengan cara yang sah dan itikad baik, oleh sebab itu harus mendapat perlindungan hukum.
  2. Bahwa kalaupun benar terjadi kesalahan dalam penerbitan Surat Keputusan yang dibatalkan oleh Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Sulawesi Selatan dan Kantor Pertanahan Kota Makassar tersebut, sesungguhnya adalah atas kesalahan Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Sulawesi Selatan dan Kantor Pertanahan Kota Makassar itu sendiri, sehingga jika akan dilakukan perbaikan-perbaikan tidak boleh membebani/merugikan kepentingan Nyonya Margaretha Tjandra dan Dr. Hasan Anoez.

KESIMPULAN:

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1/Yur/TUN/2018, terdapat kaidah hukum bahwa Perbaikan terhadap keputusan tata usaha negara yang keliru oleh pejabat tata usaha negara, sebagai akibat dari kesalahan yang dilakukan oleh pejabat tersebut, tidak boleh merugikan kepentingan pihak lain yang memperoleh keputusan dengan cara yang sah dan itikad baik.

Silakan tonton disini ya teman-teman

Sumber:

Direktori Putusan (mahkamahagung.go.id)

Yurisprudensi :  SERTIPIKAT GANDA YANG SAMA-SAMA OTENTIK

Yurisprudensi : SERTIPIKAT GANDA YANG SAMA-SAMA OTENTIK

Hai teman-teman, tulisan ini membahas tentang sikap Mahkamah Agung terhadap sertipikat ganda atas bidang tanah yang sama, yang mana sama-sama otentik. Sebelumnya kita samakan persepsi dulu apakah akan menggunakan istilah sertifikat atau sertipikat, untuk meminimalisir perdebatan dan ketidakjelasan.

Berdasarkan Ketentuan Umum Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, disebutkan bahwa:

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”

Namun, apabila dilihat dari sambul depan surat tanda bukti hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan, berjudul “Sertipikat”.

Oleh karena itu mari kita sepakati bahwa kedua istilah tersebut, baik sertifikat maupun sertipikat akan digunakan dalam tulisan ini.

PERMASALAHAN:

Apabila terjadi sengketa atas tanah karena adanya sertipikat yang lebih dari satu atas tanah yang sama, sertipikat mana yang akan diakui legalitasnya?

SUMBER PUTUSAN:

976 K/Pdt/2015 tanggal 27 November 2015

PARA PIHAK

Pemohon Kasasi:

  • Liem Teddy

Termohon Kasasi:

  • Departemen Pertahanan Dan Keamanan/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Cq. Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Darat Komando Daerah Militer lll/Siliwangl

Turut Termohon Kasasi:

  • Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Kantor Pertanahan Kota Bandung
  • PT. Propelat
  • Pemerintah Republik Indonesia Cq Menteri Keuangan Republik Indonesia

OBJEK SENGKETA

Sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Cicendo Nomor 16 (dahulu Nomor 20) Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung

PUTUSAN PENGADILAN

Pengadilan Negeri Bandung telah memberikan Putusan Nomor 336/Pdt.G/2013/PN.Bdg. tanggal 19 Mei 2014 yang amarnya sebagai berikut:

  1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
  2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Onrecht Matigedaad);
  3. Menyatakan sah dan mengikat Akta Jual Beli Nomor 158/2006 tertanggal 05 Oktober 2006 yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Tien Norman Lubis, S.H., PPAT Kota Bandung jo Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 46/Kelurahan Babakan Ciamis, gambar situasi tanggal 11-02-1993 Nomor 835/1993 luas 484 m² tertulis atas nama Liem Teddy (ic. Penggugat);
  4. Menyatakan Penggugat pemilik yang sah atas sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Cicendo Nomor 16 (dahulu Nomor 20), Kota Bandung berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 46/Kelurahan Babakan Ciamis, gambar situasi tanggal 11-02-1993 Nomor 835/1993 luas 484 m² tertulis atas nama Liem Teddy (in casu Penggugat);
  5. Menghukum Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk tunduk dan taat pada putusan ini.
  6. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya

Putusan Pengadilan dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat II putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung dengan Putusan Nomor 399/PDT/2014/PT.BDG tanggal 11 November 2014 yang amarnya sebagai berikut:

  • Menerima permohonan banding dari Pembanding/Penggugat dalam Rekonvensi semula Tergugat I tersebut;
  • Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 336/Pdt.G/2013/PN.Bdg tanggal 19 Mei 2014 yang dimohonkan banding tersebut;

Mengadili sendiri dalam pokok perkara:

  1. Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Rekonvensi/Tergugat I dalam Konvensi untuk sebagian
  2. Menyatakan Akta Jual Beli Nomor 54 tanggal 12 Mei 1959 adalah sah menurut hukum
  3. Menyatakan sah menurut hukum Sertifikat Hak Pakai Nomor 18 tanggal 11 November 1998, Surat Ukur Nomor 13/Babakan Ciamis/1998 tanggal 29 Agustus 1998, seluas 464 m² atas nama Departemen Pertahanan dan Keamanan/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat/Komando Daerah Militer III/Siliwangi
  4. Menyatakan objek sengketa di Jalan Cicendo Nomor 18 A sekarang Nomor 20 Bandung Sertifikat Hak Pakai Nomor 18 tanggal 11 November 1998, Surat Ukur Nomor 13/Babakan Ciamis/1998 tanggal 29 Agustus 1998, seluas 464 m2 adalah milik dan aset Departemen Pertahanan dan Keamanan/Angkatan Bersenjata Republik/Tentara Nasional Indonesia- Angkatan Darat/Komando Daerah Militer III/Siliwangi;
  5. Menghukum Tergugat dalam Rekonvensi/Penggugat dalam Konvensi untuk mengosongkan dan menyerahkan objek sengketa kepada Penggugat dalam Rekonvensi/Tergugat I dalam Konvensi atas tanah dan bangunan objek sengketa tersebut
  6. Menyatakan Akta Jual Beli Nomor 158/2006 tanggal 5 Oktober 2006 dan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 46/Kelurahan Babakan Ciamis , Gambar Situasi tanggal 11 Februari 1993 Nomor 835/1993, luas 484 m2 tertulis atas nama Liem Teddy (ic. Penggugat) tidak mempunyai kekuatan hukum;
  7. Menyatakan Tergugat II, Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II, tunduk dan patuh dengan putusan ini
  8. Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi untuk selebihnya;

Mahkamah Agung pada tingkat kasasi memutuskan bahwa putusan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Bandung yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung ternyata Judex Facti tersebut salah menerapkan hukum.

PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG

  1. Bahwa dalam menilai keabsahan salah satu dari 2 (dua) bukti hak yang bersifat outentik maka berlaku kaedah bahwa sertifikat hak yang terbit lebih awal adalah yang sah dan berkekuatan hukum;
  2. Bahwa sesuai fakta persidangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 1458 yang kemudian diperpanjang dengan Sertifikat HGB Nomor 46 atas nama Turut Tergugat I (PT. Propelat) adalah bukti hak yang terbit lebih awal yaitu tanggal 11 Februari 1993 daripada Sertifikat Hak Pakai Nomor 18 yang terbit tanggal 11 November 1998
  3. Bahwa Sertifikat HGB Nomor 46 telah dijual oleh Turut Tergugat I kepada Penggugat/ Pemohon Kasasi di depan PPAT sehingga telah benar Penggugat/Pemohon Kasasi adalah pemilik sah objek sengketa
  4. Bahwa berdasarkan pertimbangan atas fakta tersebut maka putusan Judex Facti/Pengadilan Negeri Bandung telah tepat dan benar

BEBERAPA PUTUSAN YANG MENGIKUTI

  • 290 K/Pdt/2016 dan 143 PK/Pdt/2016

Pada perkara No. 290 K/Pdt/2016 (Lisnawati vs Ivo La Bara, dkk.) tanggal 17 Mei2016, dan putusan No. 143 PK/Pdt/2016 (Nyonya Rochadini, dkk. Vs Pintardjo Soeltan Sepoetro dan Nyonya JandaMumah haimawati) tanggal 19 Mei 2016, dalam putusannya tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa:

“Bahwa jika timbul sertifikat hak ganda maka bukti hak yang paling kuat adalah sertifikat hak yang terbit lebih dahulu”

  • 170 K/Pdt/2017, 734 PK/Pdt/2017 dan 1318 K/Pdt/2017

Pada tahun 2017, Mahkamah Agung tetap konsisten dengan pendapat tersebut di atas. Hal ini terlihat dalam putusan MA No. 170 K/Pdt/2017(Hamzah vs Harjanto Jasin, dkk.) tanggal 10 April 2017, Putusan No. 734PK/Pdt/2017 (Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Kodam III/Siliwangi TNI Angkatan Darat) tanggal 19 Desember 2017, dan Putusan No. 1318 K/Pdt/2017 (Drs. Anak Agung Ngurah Jaya vs Anak Agung Putri dan A.A. Ngurah Made Narottama) tanggal 26 September 2017.

Pertimbangan hukum pada putusan No. 734PK/Pdt/2017 menyatakan:

  • Bahwa jika ditemukan adanya 2 akta otentik maka berlaku kaidah sertifikat yang terbit lebih dahulu adalah sah dan berkekuatan hukum

Selain itu gugatan atas adanya sertifikat ganda tersebut juga harus menjadikan Kantor Pertanahan setempat sebagai pihak tergugat atau turut tergugat. Tidak ditariknya pihak Kantor Pertanahan sebagai pihak mengakibatkan gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, oleh karena apabila gugatan dikabulkan dapat berakibat putusan tidak dapat dilaksanakan. Hal ini ditegaskan dalam putusan MA No. 3029 K/Pdt/2016 tanggal 26 Januari 2017 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Sekayu No. 14/Pdt.G/2015/PN.Sky tanggal 29 Desember 2015.

KESIMPULAN:

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 5/Yur/Pdt/2018, terdapat kaidah hukum bahwa  Jika terdapat sertipikat ganda atas tanah yang sama, dimana keduanya sama-sama otentik maka bukti hak yang paling kuat adalah sertipikat hak yang terbit lebih dahulu. Mahkamah Agung telah secara konsisten menerapkan sikap hukum tersebut di seluruh putusan dengan permasalahan hukum serupa sejak tahun 2015.

Sumber:

Direktori Putusan (mahkamahagung.go.id)

 

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART IV)

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART IV)

Hai sahabat PytaGoals, akhirnya sudah sampai di Part IV. Selamat ya kamu hebat sudah bertahan membaca sampai tahap ini ! Semoga bermanfaat ya, dan tetap semangat !

DASAR HUKUM

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah

PENGERTIAN

Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh Menteri terhadap PPAT secara efektif dan efisien untuk mencapai kualitas PPAT yang lebih baik.

Pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para PPAT dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat IPPAT adalah organisasi profesi jabatan PPAT yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT adalah majelis yang diberi kewenangan oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat yang selanjutnya disingkat MPPP adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kementerian.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah yang selanjutnya disingkat MPPW adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Wilayah BPN.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah yang selanjutnya disingkat MPPD adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Pertanahan.

BANTUAN HUKUM TERHADAP PPAT

Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT dapat memberikan bantuan hukum terhadap PPAT yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka oleh penyidik.

PPAT yang yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka oleh penyidik dapat mengajukan permohonan bantuan hukum.

Bantuan hokum tersebut dapat berupa saran, masukan/pendampingan dalam penyidikan dan/atau keterangan ahli di pengadilan.

Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT dapat membentuk tim gabungan guna memberikan bantuan hukum kepada PPAT yang anggotanya berasal dari unsur Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT.

Dalam hal penyidik akan memeriksa PPAT atas dugaan tindak pidana dapat berkoordinasi dengan Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT.

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART III)

TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PART III)

Hai sahabat PytaGoals, ayo dong semangat. Sudah sampai di Part III nih, kamu hebat ! Lanjutkan juga membaca Part IV ya. Semangat !

DASAR HUKUM

Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah

PENGERTIAN

Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh Menteri terhadap PPAT secara efektif dan efisien untuk mencapai kualitas PPAT yang lebih baik.

Pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para PPAT dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat IPPAT adalah organisasi profesi jabatan PPAT yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT adalah majelis yang diberi kewenangan oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Pusat yang selanjutnya disingkat MPPP adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kementerian.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah yang selanjutnya disingkat MPPW adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Wilayah BPN.

Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah yang selanjutnya disingkat MPPD adalah Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang berkedudukan di Kantor Pertanahan.

TATA KERJA PEMERIKSAAN DUGAAN PELANGGARAN PPAT

PEMERIKSAAN OLEH MPPD

Pemeriksaan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dilaksanakan mulai dari tingkat MPPD.

Apabila dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT secara jelas telah terbukti dan nyata, Kepala Kantor Pertanahan dapat langsung memberikan sanksi berupa surat teguran tertulis kepada PPAT tanpa melalui pemeriksaan oleh MPPD.

MPPD menindaklanjuti temuan Kantor Wilayah BPN atau Kantor Pertanahan terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan PPAT dan/atau pengaduan dengan membentuk dan menugaskan Tim Pemeriksa MPPD untuk melakukan pemeriksaan. Penugasan tersebut dibuat dalam bentuk Surat Tugas.

Ketua, wakil ketua dan anggota MPPD dapat menjadi tim pemeriksa dengan syarat tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga atau orang lain yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tim Pemeriksa MPPD melaksanakan pemeriksaan dengan melakukan pemanggilan terhadap PPAT terlapor untuk diminta keterangan.

PEMANGGILAN

Pemanggilan terhadap PPAT terlapor dilakukan melalui surat yang ditandatangani oleh ketua MPPD. Pemanggilan terhadap PPAT terlapor dilakukan melalui surat yang ditandatangani oleh ketua MPPD.

Pemanggilan terhadap PPAT terlapor dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali.

Terlapor wajib hadir sendiri memenuhi panggilan dan tidak boleh didampingi penasihat hukum.

Pemanggilan pertama dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pemeriksaan. Apabila pemanggilan pertama kali sampai dengan hari ke 7 (tujuh) hari kalender terlapor tidak datang sejak tanggal pemanggilan, maka dilakukan panggilan kedua. Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender setelah panggilan kedua terlapor tidak datang, dilakukan pemanggilan ketiga. Apabila 7 (tujuh) hari kalender setelah panggilan ketiga terlapor tidak datang, proses pemeriksaan dapat dilanjutkan tanpa kehadiran terlapor.

PEMBERIAN KETERANGAN 

Keterangan dari terlapor dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan yang ditandatangani oleh pemeriksa dan terlapor. Apabila terlapor tidak mau menandatangani Berita Acara Pemberian Keterangan, pemeriksaan tetap dapat dilanjutkan.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN 

Penentuan pengambilan keputusan dilaksanakan dengan rapat pembahasan yang diselenggarakan di Kantor Pertanahan. Hasil pelaksanaan rapat pembahasan dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pengambilan Keputusan.

HASIL PEMERIKSAAN

Hasil pemeriksaan MPPD di atas, dibuat dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan dan disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Laporan Hasil Pemeriksaan memuat alasan dan pertimbangan yang dijadikan dasar untuk memberikan rekomendasi dalam pemberian putusan dan jenis sanksi terhadap PPAT terlapor. Rekomendasi tersebut berupa:

  1. Pemberian sanksi teguran tertulis
    Disini Kepala Kantor Pertanahan menindaklanjuti dengan menerbitkan surat teguran tertulis kepada PPAT. Surat teguran tertulis ini memuat jenis pelanggaran dan tindak lanjut yang harus dipenuhi oleh PPAT. Surat teguran tertulis berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) bulan. Apabila PPAT tidak mematuhi dan/atau tidak menindaklanjuti teguran tertulis kesatu sampai dengan jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender, dapat langsung diberikan teguran tertulis kedua. Sanksi berupa teguran tertulis diberikan paling banyak 2 (dua) kali. Apabila hal PPAT telah mendapatkan teguran sebanyak 2 (dua) kali dan PPAT tetap melakukan pelanggaran, Kepala Kantor Pertanahan melaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN untuk diberikan sanksi berupa pemberhentian sementara.PPAT yang dikenai sanksi berupa teguran tertulis oleh Kepala Kantor Pertanahan dapat mengajukan keberatan. Apabila pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT secara jelas telah terbukti dan nyata, PPAT tidak dapat mengajukan keberatan. Permohonan keberatan diajukan secara tertulis kepada Kepada Kantor Wilayah BPN dalam tenggang waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak surat teguran diterima.
  1. Pemberian sanksi pemberhentian berupa pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat
    Disini Kepala Kantor Pertanahan menyampaikan usulan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN selaku ketua MPPW.
  2. Tidak terjadi indikasi pelanggaran
    Apabila rekomendasi berupa tidak adanya indikasi pelanggaran maka Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan kepada PPAT yang bersangkutan dengan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN.

 

PEMERIKSAAN OLEH MPPW

Ketua MPPW menindaklanjuti usulan Kepala Kantor Pertanahan atau keberatan PPAT terlapor dengan membentuk dan menugaskan Tim Pemeriksa MPPW untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengkajian atas usulan atau keberatan. Penugasan dibuat dalam bentuk Surat Tugas.

Ketua, wakil ketua dan anggota MPPW dapat menjadi tim pemeriksa dengan syarat tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga atau orang lain yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tim Pemeriksa MPPW melaksanakan pemeriksaan dan/atau pengkajian dengan melakukan pemanggilan terhadap PPAT terlapor untuk diminta keterangan.

Ketentuan pemanggilan terlapor, pengambilan keterangan, dan pengambilan keputusan oleh Tim Pemeriksa MPPW mutatis mutandis dengan ketentuan pemanggilan terlapor, pengambilan keterangan, dan pengambilan keputusan oleh Tim Pemeriksa MPPD. Artinya berlaku sama ketentuan pelaksanaannya dengan yang telah diuraikan dalam poin sebelumnya, yaitu PEMERIKSAAN OLEH MPPD. Begitu juga dengan ketentuan Laporan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pengkajian oleh Tim Pemeriksa MPPW.

Laporan Hasil pemeriksaan dan/atau pengkajian dibuat dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pengkajian, dan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN. Rekomendasi tersebut berupa:

  1. Pemberian sanksi pemberhentian sementara
    Disini Kepala Kantor Wilayah BPN menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian Sementara.
  2. Menyetujui atau menolak keberatan terlapor
    Apabila hasil pemeriksaan berupa persetujuan atas keberatan oleh PPAT terlapor, Kepala Kantor Wilayah BPN menerbitkan surat keputusan untuk membatalkan surat teguran yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Kepala Kantor Wilayah BPN menerbitkan surat keputusan tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterimanya rekomendasi dari tim pemeriksa MPPW. Apabila hasil pemeriksaan berupa menolak keberatan oleh PPAT terlapor maka Kepala Kantor Wilayah BPN memberitahukan kepada PPAT yang bersangkutan dengan ditembuskan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
  3. Rekomendasi pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian tidak dengan hormat
    Apabila hasil pemeriksaan berupa rekomendasi pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian tidak dengan hormat maka Kepala Kantor Wilayah BPN menyampaikan usulan kepada Direktur Jenderal selaku ketua MPPP.

Jangka waktu berlakunya pengenaan sanksi harus dinyatakan secara tegas dinyatakan dalam Surat Keputusan Pemberhentian Sementara. Setelah berakhirnya jangka waktu pemberhentian sementara, yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan sebelum menjalankan jabatannya.

Sanksi berupa pemberhentian sementara diberikan paling banyak 2 (dua) kali. Apabila PPAT telah mendapatkan sanksi berupa pemberhentian sementara sebanyak 2 (dua) kali dan PPAT tetap melakukan pelanggaran, Kepala Kantor Wilayah BPN melaporkan kepada Menteri untuk diberikan sanksi berupa pemberhentian dengan hormat atau dengan tidak hormat.

PPAT yang dikenai sanksi pemberhentian sementara oleh Kepala Kantor Wilayah BPN dapat mengajukan keberatan. Permohonan keberatan diajukan secara tertulis kepada Menteri dalam tenggang waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak keputusan diterima.

 

PEMERIKSAAN OLEH MPPP

Ketua MPPP menindaklanjuti usulan Kepala Kantor Wilayah BPN dan permohonan keberatan PPAT terlapor dengan membentuk dan menugaskan Tim Pemeriksa MPPP untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengkajian atas usulan atau keberatan. Penugasan dibuat dalam bentuk Surat Tugas.

Ketua, wakil ketua dan anggota MPPP dapat menjadi tim pemeriksa dengan syarat tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga atau orang lain yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tim Pemeriksa MPPP melaksanakan pemeriksaan dan/atau pengkajian dengan melakukan pemanggilan terhadap PPAT terlapor untuk diminta keterangan.

Ketentuan pemanggilan terlapor, pengambilan keterangan, dan pengambilan keputusan oleh Tim Pemeriksa MPPP mutatis mutandis dengan ketentuan pemanggilan terlapor, pengambilan keterangan, dan pengambilan keputusan oleh Tim Pemeriksa MPPD. Artinya berlaku sama ketentuan pelaksanaannya dengan yang telah diuraikan dalam poin sebelumnya, yaitu PEMERIKSAAN OLEH MPPD. Begitu juga dengan ketentuan Laporan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pengkajian oleh Tim Pemeriksa MPPP.

Rekomendasi hasil pemeriksaan berupa:

  1. pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat
    Apabila hasil pemeriksaan berupa pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat, Menteri menindaklanjuti dengan menetapkan Surat Keputusan Pemberhentian Dengan Hormat atau Surat Keputusan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat.
  2. menyetujui atau menolak keberatan terlapor
    Apabila hasil pemeriksaan berupa persetujuan atas keberatan oleh PPAT terlapor, Menteri menerbitkan surat keputusan untuk membatalkan keputusan pemberhentian sementara yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN. Apabila hasil pemeriksaan berupa menolak keberatan oleh PPAT terlapor, Menteri memberitahukan kepada PPAT yang bersangkutan dengan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan.

Keputusan yang telah ditetapkan oleh Menteri kepada PPAT terlapor bersifat final.

 

PENYAMPAIAN HASIL PEMERIKSAAN

Setiap hasil dari pemeriksaan oleh MPPD, MPPW atau MPPP berupa rekomendasi, salinan berita acara/surat/ keputusan pemberian sanksi disampaikan secara resmi melalui surat kepada PPAT yang melakukan pelanggaran dan ditembuskan kepada IPPAT atau kepada pelapor jika diperlukan.

Bukti penyampaian surat pemberitahuan dapat berupa cap pos atau cara lain yang sah.

 

PENGENAAN STATUS QUO

PPAT yang diduga melakukan pelanggaran dan sedang dalam usulan pemberian sanksi berupa pemberhentian, tidak boleh menjalankan jabatan PPAT (status quo). Keadaan status quo berlaku sampai dengan ditetapkannya sanksi yang ditetapkan oleh Kementerian.

pytagoals

Pytagoals.com

pytagoals.com

Saya berharap dengan sedikit ilmu dan pengalaman yang saya bagikan melalu website ini dapat menjadi manfaat masyarakat umum.

Cara menghubungi saya :
Instagram : @pyta07_2
Facebook : Happyta NJ

Disclaimer : Dengan mengakses https://pytagoals.com ini Anda dianggap telah mengerti dan menyetujui seluruh syarat dan kondisi yang berlaku dalam penggunaan blog ini, sebagaimana tercantum disini

Pytagoals.com Copyright @ 2021, Support by Dokter Website